topbella

Rabu, 23 Januari 2013

Tugas MP3M : PROPOSAL

PROPOSAL “Penerapan Model Pembelajaran Treffinger terhadap Hasil Belajar dan Komunikasi Matematis Siswa pada Mata Pelajaran
Matematika  di Kelas VIII MTsN Limbanang

TUGAS

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur  dalam Mata Kuliah
Metodologi Penelitian dan Pengajaran Pendidikan Matematika


LOGO STAIN


Oleh :
FITRI RAHMI
2410.016


Dosen Pembimbing :
M. Imammuddin, M,Pd
                                        

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SJECH M. DJAMIL DJAMBEK
BUKITTINGGI
1433 H / 2013 M





DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI
BAB I . PENDAHULUAN
A.         Latar Belakang Masalah
B.         Identifikasi Masalah
C.         Batasan Masalah
D.         Rumusan Masalah
E.          Tujuan Penelitian
F.          Defenisi Operasional
G.         Kegunaan  Penelitian
   BAB II  LANDASAN TEORI
A.    Kajian Teori
1.      Pembelajaran Matematika
2.      Pembelajaran Kooperatif
3.      Model Belajar Kreatif menurut Treffinger
4.      Pembelajaran dengan Model Treffinger
5.      Kemampuan Kominukasi Matematis
6.      Pembelajaran Konvensional
7.      Hasil Belajar
8.      Aktivitas Belajar
B.     Kerangka Konseptual
C.     Hipotesis
BAB III  METODOLOGI PENELITIAN
A.    Jenis dan Rancangan Penelitian
B.     Populasi dan Sampel
C.     Variabel dan Data
D.    Instrumen Penelitian
E.     Prosedur Penelitian
F.      Teknik Analisa Data
DAFTAR KEPUSTAKAAN




BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah
Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi seperti sekarang ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan persyaratan mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia itu adalah pendidikan. Pendidikan merupakan suatu sarana yang mampu menciptakan sumber daya manusia yang berfikir secara kritis dan mandiri serta menyeluruh, karena ia merupakan modal dasar untuk mendapatkan manusia yang berkualitas.
 Sebagaimana dijelaskan dalam Al- Quran surat Al- mujadalah ayat 11 yang   berbunyi[1]



Artinya: Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan
Dari ayat di atas dapat dijelaskan bahwa pendidikan itu sangat penting dalam kehidupan. Allah juga akan meninggikan derajat orang- orang yang berilmu pengetahuan tersebut. Maka setiap orang diwajibkan untuk menuntut ilmu pengetahuan.
Pendidikan merupakan usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pengajaran. Dalam Undang – Undang No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional juga menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara efektif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.
Pendidikan merupakan salah satu aspek pembangunan yang harus dikembangkan. Melalui pendidikan diharapkan bangsa Indonesia dapat mengejar ketertinggalannya dalam bidang sains dan teknologi agar sejajar dengan negara yang lebih maju. Oleh sebab itu, pemerintah selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Peranan matematika dalam dunia pendidikan sangatlah penting, karena matematika sebagai sumber dari ilmu yang lain. Menurut Kline  bahwa “matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam”.[2]
Menerut BNSP Pembelajaran matematika di sekolah sebagaimana dituliskan dalam KTSP memiliki tujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut :
1.      Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah
2.      Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
3.      Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
4.      Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
5.      Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.[3]

Kemampuan komunikasi matematis merupakan salah satu aspek yang termasuk ke dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi, sehingga memegang peranan penting dalam matematika. Liesnawti mengemukakan bahwa kita akan memerlukan komunikasi dalam matematika jika hendak meraih secara penuh tujuan sosial seperti melek matematika, belajar seumur hidup, dan matematika untuk semua orang.[4]
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti di lapangan, ternyata sejauh ini proses pembelajaran matematika belum sepenuhnya mencapai target kriteria ketuntasan minimal yang ditentukan. Hal ini terlihat  dari nilai rata – rata hasil belajar siswa pada ujian harian I pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Nilai Rata – Rata Ujian Harian 1 pada Mata Pelajaran Matematika Siswa Kelas VIII MTsN Limbang Tahun Ajaran 2012 / 2013.

KKM
Kelas
Jumlah
Siswa
Tuntas
Tidak
Tuntas
Presentase
Tuntas
Tidak Tuntas
6,00
VIII-A
24
11
13
45.83%
57.17%
VIII-B
22
11
11
50%
50%
VIII-C
22
9
13
40.90%
59.1%
Sumber : Guru Mata Pelajaran MTK Kelas VIII
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar siswa kelas VIII nilainya masih berada di bawah KKM. Rendahnya hasil belajar matematika siswa tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan proses pembelajaran.
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa dalam proses pembelajaran guru lebih mendominasi. Interaksi antara guru dan siswa pada umumnya bersifat satu arah. Siswa yang kelihatan aktif hanyalah siswa yang pintar saja. Sedangkan siswa yang lain hanya diam mendengarkan pengarahan guru tanpa terlibat aktif dalam proses pembelajaran, sehingga dalam proses pembelajaran nampak sekali perbedaan antara siswa yang pintar dengan siswa yang memiliki kemampuan agak rendah, seolah-olah ada dinding pemisah antara siswa yang pintar dengan siswa yang memiliki kemampuan agak rendah.
Di saat guru memberikan kesempatan untuk bertanya, hanya satu atau dua orang siswa saja yang mau bertanya bahkan kadang-kadang tidak ada satupun dari mereka yang mau bertanya. Kalaupun diberi tugas  mereka cenderung mencontoh kepada siswa yang pintar.
Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa dan guru mata pelajaran matematika tersebut, diketahui bahwa siswa kurang berminat mempelajari matematika dan siswa kurang memahami konsep-konsep dari materi yang mereka pelajari. Jika siswa diberi contoh soal yang berbeda dengan contoh yang diberikan oleh guru, mereka merasa kesulitan untuk menyelesaikannya.
Berdasarkan permasalahan di atas dibutuhkanlah suatu model pembelajaran yang bisa mengaktifkan dan meningkatkan kerja sama antara siswa terutama dalam meningkatkan pemahaman terhadap  konsep-konsep matematika. Sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Salah satu model pembelajaran yang penulis maksud adalah model pembelajaran kooperatif tipe Treffinger. Model pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu model ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka.
Model pembelajaran ini sangat cocok sekali dengan kondisi yang ada di lapangan yang membutuhkan model pembelajaran yang mampu mengaktifkan seluruh siswa dan membina kerja sama antara siswa. Sehingga tidak hanya siswa yang pintar saja yang aktif dalam proses pembelajaran, tetapi siswa yang berkemampuan rendah pun juga bisa ikut aktif berperan serta  dalam proses pembelajaran.
Model pembelajaran ini merupakan salah satu model pembelajaran dalam pendekatan konstruktivisme. Di dalam Konstruktivisme peran guru bukan pemberi jawaban akhir atas pertanyaan siswa, melainkan mengarahkan mereka untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika sehingga di peroleh struktur matematika.[5]
Dalam pembelajaran kooperatif model Treffinger ini siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, yang terdiri dari siswa yang berkemampuan tinggi, sedang dan rendah, pembagian kelompok itu berdasarkan kemampuan akademik. Hal ini bertujuan agar siswa yang berkemampuan lebih, dapat membagi pengetahuannya dengan teman yang lain sehingga setiap anggota kelompok bisa memahami materi yang dipelajari.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti model pembelajaran kooperatif ini dalam suatu penelitian yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Treffinger terhadap Hasil Belajar dan Komunikasi Matematis Siswa pada Mata Pelajaran Matematika di Kelas VIII MTsN Limbanang”

B.     Identifikasi Masalah.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut :
1.    Hasil belajar siswa masih rendah.
2.    Pembelajaran yang berlangsung masih bersifat satu arah.
3.    Pembelajaran kurang mengaktifkan siswa.
4.    Pembelajaran kurang menumbuhkan minat siswa.
5.    Kurangnya pemahaman siswa terhadap materi pelajaran

C.    Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, maka berbagai masalah yang ada dalam latar belakang dibatasi menjadi :
1.      Aktivitas siswa
2.      Hasil belajar siswa

D.      Rumusan Masalah
Berdasarkan kepada latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1.      Apakah hasil belajar dan kuminikasi matematis siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Treffinger lebih baik dari hasil belajar siswa yang diajar dengan metode konvensional di kelas VIII MTsN Limbanag?
2.      Bagaimanakah aktifitas siswa dalam belajar matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Treffinger di kelas VIII MTsN Limbanang?

E.       Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian yang sebelumnya dikemukakan, maka penelitian yang dilakukan bertujuan untuk:
1.      Mengetahui informasi apakah hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Treffinger lebih baik dari hasil belajar siswa yang diajar dengan metode konvensional.
2.      Mengetahui aktivitas siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Treffinger

F.       Definisi Operasional
Berikut ini disajikan beberapa definisi operasional guna menjelaskan beberapa istilah yang terdapat dalam judul penelitian.
a.       Pembelajaran kreatif model Treffinger adalah suatu strategi pembelajaran yang dikembangkan dari model belajar kreatif yang bersifat developmental dan mengutamakan segi proses yang terdiri dari tiga tahap pembelajaran.
Berikut ini akan dijelaskan masing-masing tahap pembelajaran tersebut.
1.      Tahap I (tahap pengembangan fungsi-fungsi Divergen)
Pada tahap ini penekanannya keterbukaan pada gagasan-gagasan baru dan berbagai kemungkinan atau alternatif penyelesaian. Kegiatan-kegiatan pada tahap ini tidak mengarah kepada ditemukannya satu jawaban yang benar tetapi ada sejumlah kemungkinan jawaban dari penerimaan banyak gagasan dan jawaban yang berbeda. Teknik-teknik ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya atau jawaban dalan memecahkan masalah.
2.      Tahap II (tahap pengembangan berfikir dan merasakan secara lebih kompleks)
Pada tahap ini penekanannya pada penggunaan gagasan dalam situasi kompleks disertai ketegangan dan konflik. Siswa diajak untuk meluaskan pemikiran mereka dan berperan serta dalam kegiatankegiatan yang lebih majemuk dan menantang serta mempersiapkan siswa untuk menjadi mandiri dalam menghadapi masalah atau tantangan dengan cara yang kreatif. Teknik-teknik yang digunakan pada tahap pengembangan berfikir dan merasakan secara lebih kompleks serta cognitive conflict yang menyertainya.
3.      Tahap III (tahap Keterlibatan dalam tantangan nyata)
Pada tahap ini penekanannya pada penggunaan proses berfikir dan merasakan secara kreatif untuk memecahkan masalah secara bebas dan mandiri. Tujuan dari tahap keterlibatan dalam tantangan nyata adalah menerapkan konsep tentang materi yang diajarkan. Pada tahap ini, Siswa menggunakan kemampuan mereka dengan caracara yang bermakna untuk kehidupannya. Siswa tidak hanya belajar keterampilan berfikir kreatif, tetapi juga bagaimana menggunakan informasi ini dalam kehidupan mereka.
b.      Kemampuan Komunikasi Matematis
Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa untuk:
a)      Mengekspresikan konsep matematika dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau symbol matematika;
b)      Merefleksikan ide-ide matematika ke dalam gambar dan bagan;
c)      Memberikan jawaban dengan bahasa sendiri, membuat model situasi atau persoalan dalam bentuk tertulis.

G.      Kegunaan Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini diantaranya sebagai berikut :
1.      Pengalaman dan bekal bagi peneliti dalam mengajar matematika masa mendatang, khususnya dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Treffinger
2.      Sumbangan dan masukan bagi guru dan calon guru matematika dalam upaya meningkatkan hasil dan kualitas belajar.
3.      Bahan informasi bagi mahasiswa ataupun guru-guru yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut.







BAB II
                                                        LANDASAN TEORITIS                     

A.    Kajian Teori
1.      Pembelajaran Matematika.
Belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengetahuan. Sedangkan pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal.[6]
Peristiwa belajar yang disertai dengan proses pembelajaran akan lebih terarah dan sistematik daripada belajar yang hanya semata-mata dari pengalaman dalam kehidupan sosial dan masyarakat. Belajar dengan proses pembelajaran ada peran guru, bahan ajar, dan lingkungan kondusif yang sengaja diciptakan.
Pembelajaran tidak terjadi seketika, melainkan sudah melalui tahap-tahap rancangan pembelajaran. Guru merancang bahan ajar yang kemudian dilaksanakan dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran terjadi interaksi antara siswa dan guru, siswa dan siswa dalam rangka perubahan setiap sikap dan pola pikir siswa mengenal suatu materi yang diajarkan. Pembelajaran matematika adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk membantu siswa dalam mempelajari ilmu matematika.
Tujuan pembelajaran matematika menurut garis-garis besar program pengajaran (GBPP) matematika adalah :
a.       Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang melalui latihan, bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, cermat, jujur, efektif dan efisien.
b.      Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari ilmu pengetahuan.[7]

Berdasarkan tujuan di atas tujuan pembelajaran matematika lebih menitik beratkan pada kesiapan siswa, baik dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan maupun pengembangan pola pikir siswa, sehingga siswa terampil dalam menerapkan konsep-konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari maupun pada saat mempelajari ilmu lain yang ada hubungannya dengan matematika. Dengan demikian, pembelajaran berlangsung secara sistematis dan efektif sehingga tujuan matematika itu sendiri tercapai secara maksimal. Dalam pelaksanaannya, pembelajaran matematika melibatkan semua siswa sehingga mereka dapat memahami materi secara menyeluruh, caranya dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan menggunakan kartu.

2.      Pembelajaran Kooperatif.
Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dalam bentuk kelompok. Siswa belajar dalam kelompoknya dalam memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan materi yang sedang dipelajari. Ada beberapa hal yang perlu dipenuhi dalam pembelajaran kooperatif agar lebih menjamin para siswa bekerja secara kooperatif :
a.       Siswa yang tergabung dalam suatu kelompok harus merasa bahwa mereka adalah bagian dari sebuah tim dan mempunyai tujuan bersama yang harus dicapai.
b.      Para siswa yang tergabung dalam sebuah kelompok harus menyadari bahwa masalah yang mereka hadapi adalah masalah kelompok dan berhasil atau tidaknya kelompok itu akan menjadi tanggung jawab bersama oleh seluruh anggota kelompok itu.
c.       Untuk mencapai hasil yang maksimum, para siswa yang tegabung dalam kelompok itu harus berbicara satu sama lain dalam mendiskusikan masalah yang dihadapinya.[8]

Karakteristik dari pembelajaran kooperatif adalah :
a.       Pembelajaran secara tim
b.      Didasarkan pada manajemen kooperatif
c.       Kemauan untuk bekerjasama
d.      Keterampilan bekerjasama.

Pembelajaran kooperatif memiliki tiga landasan teori,yakni:
a.       Teori Ausubel
Menurut Ausubel bahan pelajaran yang dipelajari haruslah “bermakna“ (Meaning Full). Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif adalah fakta-fakta, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa. [9]

b.      Teori Piaget
Menurut Piaget kegiatan pembelajaran harus melibatkan partisipasi peserta didik. pengetahuan tidak hanya dipindahkan secara verbal tetapi harus dikonstruksi dan di rekonstruksi peserta didik. Sebagai realisasi teori ini, maka dalam kegiatan pembelajaran peserta didik haruslah bersifat aktif.[10]
c.       Teori Vygotsky
Vygotsky mengemukakan pembelajaran merupakan suatu perkembangan pengertian. Ia membedakan adanya dua pengertian, yaitu pengertian spontan dan pengertian ilmiah. Pengertian spontan adalah pengertian yang diperoleh dari pengalaman anak sehari – hari. Pengertian ilmiah adalah pengertian yang diperoleh dari ruang kelas. Kualitas berfikir siswa dibangun didalam ruangan kelas, sedangkan aktifitas sosialnya dikembangkan dalam bentuk kerja sama antara pelajar dengan pelajar lainnya yang lebih mampu dibawah bimbingan orang dewasa dalam hal ini guru.[11]   
Dalam pembelajaran kooperatif sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. Dengan demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif. Ketergantungan semacam itulah yang selanjutnya akan memunculkan tanggung jawab individu terhadap kelompok dan keterampilan interpersonal. Setiap anggota kelompok akan saling bantu membantu, mereka akan mempunyai motivasi untuk keberhasilan kelompok sehingga setiap individu akan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi demi keberhasilan kelompok.
Pembentukan kelompok dalam pembelajaran kooperatif ini berdasarkan kemampuan akademik siswa kelompok terdiri dari siswa yang berkemampuan tinggi, sedang dan rendah.

Tabel 2.   Prosedur Pengelompokan Hetererogenitas Berdasarkan Kemampuan Akademik

Langkah I
Mengurutkan
Siswa berdasarkan kemampuan
Langkah II
Membentuk kelompok pertama
Langkah III membentuk kelompok selanjutnya
1.      AN
2.      NP
3.       
4.       
5.       
6.       
7.       
8.       
9.       
10.   
11.  DW
12.  MR
13.  JL
14.  GW
15.   
16.   
17.   
18.   
19.   
20.   
21.   
22.   
23.   
24.  RP
25.  AF
1.      AN
2.      NP
3.       
4.       
5.                 MR          AN
6.     








 
7.       

8.             AF             JL
9.     







 
10.   

11.  DW
12.  MR
13.  JL
14.  GW
15.  S
16.   
17.   
18.   
19.   
20.   
21.   
22.   
23.   
24.  RP
25.  AF
1.      AN
2.      NP
3.       
4.       
5.       
6.                 DW        NP
7.     


 
8.       

9.              RP           GW
10.   
11.  DW
12.  MR
13.  JL
14.  GW
15.   
16.   
17.   
18.   
19.   
20.   
21.   
22.   
23.   
24.  RP
25.  AF
Sumber : (Anita Lie, 2002 : 41)

Berdasarkan tabel di atas siswa diurut mulai dari yang berkemampuan rendah ke yang tinggi. Kemudian dilanjutkan dengan pembentukan kelompok yaitu kelompok I terdiri dari siswa yang nomor urut 1, 25, 12, dan 13. Untuk kelompok selanjutnya dilakukan hal yang sama.

3.      Model Belajar Kreatif menurut Treffinger
Kreativitas merupakan salah satu kemampuan yang hendak ditingkatkan dalam kebanyakan program anak berbakat. Untuk itu perlu ditumbuhkan suasana di kelas yang menghargai dan memupuk kreativitas dalam semua segi. Tidak cukup menyediakan waktu satu jam sehari untuk kreativitas, hal ini tidak akan meningkatkan kemampuan kreatifitas siswa. Diperlukan pendekatan yang lebih komperehensif untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan ini.
Treffinger mengemukakan bahwa model belajar kreatif yang dikembangkan merupakan model yang bersifat developmental dan lebih mengutamakan segi proses. Prinsip yang harus diperhatikan adalah perlunya prasyarat kematangan pengetahuan dan penguasaan materi dalam mencapai tahap pengembangan tertentu. Jadi, seorang siswa dapat mencapai tahap kemampuan tertentu apabila kemampuan prasyaratnya sudah dikuasai.[12]
Apabila model ini diterapkan di Sekolah Menengah Pertama, maka tahap keterlibatan dalam tantangan nyata belum menggambarkan keadaan yang sebenarnya karena siswa belum banyak terlibat dalam tantangan nyata. Jadi, pengetahuan mereka dalam kehidupan sehari-hari masih dianggap kurang cukup. Namun yang terpenting adalah setiap tahap pengembangan mencerminkan karakteristik kognitif dan afektif sebagaimana yang dirumuskan dalam gambar model belajar kreatif menurut Treffinger berikut ini:
         Gambar 2.1
Model untuk Mendorong Belajar Kreatif (Treffinger , 1980 )

4.      Pembelajaran dengan Model Treffinger
Model Treffinger adalah suatu strategi pembelajaran yang dikembangkan dari model belajar kreatif yang bersifat developmental dan mengutamakan segi proses. Strategi pembelajaran yang dikembangkan oleh Treffinger yang berdasarkan kepada model belajar kreatifnya[13]
Semiawan menyatakan Pembelajaran Kreatif Model Treffinger terdiri dari tiga tahap pembelajaran. Berikut ini akan dijelaskan masingmasing tahap pembelajaran tersebut.
a.       Tahap I (tahap pengembangan fungsi-fungsi Divergen)
Pada tahap ini penekanannya keterbukaan pada gagasan-gagasan baru dan berbagai kemungkinan atau alternatif penyelesaian. Kegiatan-kegiatan pada tahap ini tidak mengarah kepada ditemukannya satu jawaban yang benar tetapi ada sejumlah kemungkinan jawaban dari penerimaan banyak gagasan dan jawaban yang berbeda. Tujuan dari tahap pengembangan fungsi-fungsi divergen ini adalah mempersiapkan materi yang akan diajarkan kepada siswa.
Teknik yang dapat digunakan adalah (1) teknik pemanasan, yaitu memberikan pertanyaan-pertanyaan terbuka yang menimbulkan minat dan merangsang rasa ingin tahu siswa sehingga diperoleh gagasan sebanyak mungkin, (2) teknik pemikiran dan perasaan berakhir terbuka, yaitu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang memberikan kesempatan timbulnya berbagai macam jawaban. (3) sumbang saran, yaitu keterbukaan dalam memberikan gagasan, menerima dan menghasilkan banyak gagasan. (4) daftar penulisan gagasan, yaitu penulisan gagasan yang dimiliki siswa. (5) penyusunan sifat, yaitu suatu teknik yang digunakan untuk menimbulkan banyak gagasan tentang suatu obyek atau masalah dan (6) hubungan yang dipaksakan, yaitu memaksakan suatu hubungan antara objek-objek atau situasi yang dimasalahkan dengann unsur-unsur lain untuk menimbulkan gagasan baru[14]. Teknik-teknik ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya atau jawaban dalan memecahkan masalah.
b.      Tahap II (tahap pengembangan berfikir dan merasakan secara lebih kompleks)
Pada tahap ini penekanannya pada penggunaan gagasan dalam situasi kompleks disertai ketegangan dan konflik. Siswa diajak untuk meluaskan pemikiran mereka dan berperan serta dalam kegiatan-kegiatan yang lebih majemuk dan menantang serta mempersiapkan siswa untuk menjadi mandiri dalam menghadapi masalah atau tantangan dengan cara yang kreatif. Tujuan dari teknik pada tahap ini adalah untuk memahami konsep serta menambah wawasan dengan menghubungkan materi sebelumnya dan materi selanjutnya.
Teknik-teknik yang digunakan pada tahap pengembangan berfikir dan merasakan secara lebih kompleks serta cognitive conflict yang menyertainya antara lain : (1) analisis morfologis, yaitu bertujuan untuk mengidentifikasi ide-ide baru dengan cara mengkaji secara cermat struktur masalah. (2) bermain peran dan sosial drama, yaitu membantu siswa untuk menangani konflik dan masalah yang timbul dari pengalaman kehidupannya. (3) synectics, yaitu mempertemukan bersama berbagai unsur dengan menggunakan kiasan untuk memperoleh satu pandangan baru.
Pada tahap ini, siswa dituntut untuk aktif dan terlibat dalam kegiatan mempelajari konsep yang dilakukan dengan jalan memperlihatkan representasi konsep tersebut. Misalnya, melalui kegiatan analisis morfologis dari suatu bentuk benda-benda konkret. Menurut dalil penyusunan yang dikemukakan oleh Bruner berdasarkan hasil pengamatannya, kegiatan seperti itu dapat melekatkan ide atau definisi tertentu dalam pikiran siswa dan dapat meningkatkan pemahamannya terhadap ide atau definisi tersebut. Oleh karena itu, kemampuan siswa dalam memahami suatu masalah akan meningkat pada tahap ini.[15]
c.       Tahap III (tahap Keterlibatan dalam tantangan nyata)
Pada tahap ini penekanannya pada penggunaan proses berfikir dan merasakan secara kreatif untuk memecahkan masalah secara bebas dan mandiri. Tujuan dari tahap keterlibatan dalam tantangan nyata adalah menerapkan konsep tentang materi yang diajarkan.
Pada tahap ini, Siswa menggunakan kemampuan mereka dengan cara-cara yang bermakna untuk kehidupannya. Siswa tidak hanya belajar keterampilan berfikir kreatif, tetapi juga bagaimana menggunakan informasi ini dalam kehidupan mereka. Pavlov berpendapat bahwa pembiasaan (conditioning) dapat meningkatkan kemampuan siswa. Oleh karena itu, kemampuan siswa dalam menyajikan masalah secara matematis, menemukan kata kunci permasalahan, mengembangkan metode penyelesaian masalah yang efektif dan menemukan solusi masalah yang tepat akan meningkat.[16]
Pembelajaran matematika dengan menggunakan model Treffinger dilakukan dengan cara mengikuti tahap-tahap yang telah dijelaskan di atas. Setiap tahap pembelajaran tersebut harus diterapkan pada proses pembelajaran di kelas secara utuh dan terintegrasikan. Strategi pembelajaran matematika dengan menggunakan model Treffinger dapat diungkapkan seperti dalam tabel berikut ini:
                                                                      Tabel 2.1
Strategi dan Teknik-Teknik Pembelajaran Kreatif Model Treffinger
Tahap
Kunci Tugas
Kemampuan yang diharapkan
Teknik Pengajaran
1
Keterbukaananeka gagasan baru, melihat sebanyak-banyaknya kemungkinan dan alternative untuk mengkomunikasikan ide-ide matematis
·         Kognitif
-          Kelancaran
-          Kerincian kelenturan
-          Kognisi dan ingatan
-          Keaslian
·         Afektif
-          Ingin tahu
-          Mengambil resiko
-          Keterbukaan kepada pengalaman
-          Keinginan merespon
-          Kepekaan kepada masalah
-          Toleransi terhadap ambiguits
-          Kepercayaan diri
-          Pemanasan
-          Pemikiran/perasaan terbuka
-          Diskusi dan penundaan penilaian
-          Mendaftar gagasan
-          Penguatan hubungan
2
Penggunaan gagasan kreatifitas dalam situasi kompleks, yang melibatkan proses pemikiran, perasaan serta ketegangan dan konflik
·         Kognitif
-          Aplikasi
-          Keterampilan riset
-          Analisis dan sintesis
-          Transformasi
-          Evaluasi
-          Analogi
·         Afektif
-          Pengembangan nilai/kesadaran
-          Mengelola konflik yang kompleks
-          Relaksasi
-          Imajinasi
-          Analisis morfologis
-          Klarifikasi nilai
-          Sosio drama
-          Simulasi
-          Komunikasi matematis
-          Keterampilan
-          Riset
3
Penggunaan proses
perasaan dan
pemikiran kreatif
untuk
mengkomunikasika
n ide-ide matematis
secara mandiri
·         Kognitif
-          Belajar mandiri dan penemuan
-          Pengarahan diri
-          Profesionalisme
-          Pengelolaan kemampuan
-          Pengembangan hasil
·         Afektif
-          Internalisasi nilai
-          Komitmen hidup produktif
-          Mengarah kepada aktualisasi diri
-          Proyek studi mandiri
-          Komunikasi matematis siswa

Berdasarkan model dan strategi pembelajaran kreativitas yang telah dikemukakan di atas, Treffinger berpendapat bahwa yang menjadi kunci keberhasilan adalah pembelajaran pada tahap pertama, yaitu pengembangan fungsi-fungsi dan kemampuan dasar, baik kognitif maupun afektifnya[17]. Apabila fungsi-fungsi dan kemampuan dasar berhasil diperbaiki dan ditingkatkan, maka sekitar 50% - 60% diantaranya berhasil pada tahap-tahap berikutnya.
Pembelajaran matematika dengan menggunakan Pembelajaran kreatif model Treffinger dianggap dapat meningkatkan komunikasi matematis siswa karena melatih siswa untuk mengungkapkan gagasannya secara kreatif yang pada akhirnya siswa akan mampu menemukan cara yang paling efektif untuk memecahkan sebuah masalah. Selain itu, model ini juga melibatkan aspek afektif dalam pemecahan masalah yang membuat siswa dapat memahami situasi dan kondisi dari suatu permasalahan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Pomalato terbukti bahwa pembelajaran kreatif model Treffinger dapat meningkatkan kemampuan kreatifitas dan kemampuan pemecahan masalah siswa.
Kelebihan dari Pembelajaran kreatif Model Treffinger  adalah (a) didasarkan pada asumsi bahwa kreatifitas adalah proses dan hasil belajar (b) dapat diterapkan kepada semua siswa dengan berbagai latar belakang dan tingkat kemampuan (c) mengintegrasikan dimensi kognitif dan afektif dalam pengembangannya (d) melibatkan secara bertahap kemampuan berfikir konvergen dan divergen dalam proses pemecahan masalah (e) memiliki tahapan pengembangan yang sistematik dengan beragam metode dan teknik untuk setiap tahap yang dapat diterapkan secara fleksibel.[18]

5.      Kemampuan Komunikasi Matematis
Komunikasi melalui interaksi sosial memiliki peranan penting dalam membina pengetahuan matematika siswa. Dikarenakan hal tersebut, guru harus mewujudkan komunikasi yang berbentuk interaksi sosial di kalangan siswa dengan siswa, siswa dengan guru dalam proses pembelajaran matematika. Dengan tindakan tersebut guru dapat membantu siswa dalam meningkatkan dan memperbaiki pengetahuan matematika yang telah terbina sebelumnya. Menurut Ginsburg & Baron, suatu pendekatan yang dikatakan bermanfaat baik haruslah dapat merangsang secara spontan minat dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran dan membantu mereka dalam mengembangkan dan melengkapi pengetahuan matematika yang dimilikinya.
Koehler & Prior menegaskan bahwa interaksi antara guru dan siswa adalah penting:
Most would agree that teaching and learning could occur without texts, blackboards, or manipulatives, but we maintain that the learning process would exist for only a very few students if classroom interaction with teachers and peers were eliminated. Teacher-student interactions are indeed the heartbeat of the teaching-learning process.
Pernyataan di atas menyatakan, banyak orang sependapat bahwa pembelajaran dapat berjalan walaupun tanpa buku teks, papan tulis, atau bahan manipulatif lainnya, akan tetapi proses pembelajaran seperti itu hanya berlaku untuk sebagian kecil siswa jika interaksi di dalam kelas antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa lainnya dihapuskan. Interaksi antara siswa dengan guru dan teman sebayanya merupakan ‘denyut nadi’ proses pengajaran dan pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut, interaksi sosial di antara guru dan siswa, siswa dan siswa, secara individu atau kelompok merupakan salah satu proses komunikasi yang harus diwujudkan dalam proses pembelajaran matematika.
Peranan komunikasi melalui interaksi sosial dalam membina dan mengembangkan pengetahuan matematika siswa juga dikemukakan oleh Davidson bahwa pembelajaran kooperatif atau pembelajaran secara berkelompok dapat membantu mengatasi masalah siswa seperti perasaan kecewa, takut terhadap matematika, menghindari matematika dan lain-lain. Davidson mengatakan:
a)      Kelompok-kelompok kecil dapat memberi dukungan sosial untuk mempelajari matematika.
b)      Interaksi kelompok dapat membantu setiap anggota kelompok dalam mempelajari konsep-konsep dan strategi penyelesaian masalah.
c)      Dalam berdiskusi siswa dapat menyampaikan pendapat atau menyanggah pendapat siswa lain dengan argumen yang logis.
d)     Setiap siswa memiliki kesempatan untuk menyampaikan dan mempertahankan pendapatnya dengan mengutarakan kelebihan-kelebihan dari penyelesaian yang diberikannya.
e)      Setiap siswa dalam kelompok dapat saling membantu antara satu dengan yang lain untuk mempelajari dan memahami masalah-masalah yang sedang dipelajari.
f)       Setiap orang dapat belajar melalui berbicara, mendengar, menerangkan, dan melakukan proses berfikir, baik secara individu maupun secara berkelompok.
g)      Dalam kelompok, siswa dapat mengatasi permasalahan yang mungkin tidak dapat diselesaikan secara sendiri-sendiri.
Menurut Abdulhak, komunikasi dimaknai sebagai proses penyampaian pesan dari pengirim pesan kepada penerima pesan melalui saluran tertentu untuk tujuan tertentu. Effendy mengartikan komunikasi secara implisit sebagai proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap, pendapat, atau prilaku baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media. Di lain pihak, Roger mengartikan komunikasi sebagai proses yang para partisipan/ peserta saling berbagi informasi satu sama lain guna mencapai pengertian timbal balik, Sedangkan Gerbner mengemukakan bahwa komunikasi adalah interaksi sosial melalui simbol dan sistem penyampaian pesan dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi pengertian bersama.
Dari beberapa pengertian komunikasi di atas, terdapat satu kesamaan bahwa dalam komunikasi harus terdapat beberapa faktor diantaranya: pemberi informasi (komunikator), penerima informasi (komunikan) dan pesan/informasi itu sendiri. Komunikasi merupakan wahana atau sarana untuk mengungkapkan perasaan, gagasan, penemuannya pada orang lain saat berinteraksi. Dengan demikian pengertian komunikasi adalah sebuah cara berbagi ide-ide dan pemahaman, maka melalui komunikasi ide-ide direfleksikan, diperbaiki, didiskusikan dan diubah.
Greenes dan Schulman menyatakan bahwa komunikasi matematika merupakan (1) kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep dan strategi matematis, (2) modal keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematis, (3) wadah bagi siswa dalam berkomunikasi dengan temannya untuk memperoleh informasi, membagikan pikiran dan penemuan, curah pendapat, menilai dan mempertajam ide untuk meyakinkan yang lain.
Menurut NCTM kemampuan komunikasi matematis perlu dibangun dalam diri siswa agar dapat:
1)      Memodelkan situasi dengan lisan, tertulis, gambar, grafik, dan secara aljabar.
2)      Merefleksikan dan mengklarifikasi dalam berpikir mengenai gagasan-gagasan matematika dalam berbagai situasi.
3)      Mengembangkan pemahaman terhadap gagasan-gagasan matematika termasuk peranan definisi-definisi dalam matematika.
4)      Menggunakan keterampilan membaca, mendengar, dan menulis untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi gagasan matematika.
5)      Mengkaji gagasan matematika melalui konjektur dan alasan yang meyakinkan.
6)      Memahami nilai dari notasi dan peran matematika dalam pengembangan gagasan matematika.
Sejalan dengan hal tersebut, Baroody menyebutkan sedikitnya ada dua alasan penting mengapa komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu ditumbuhkembangkan di kalangan SMP. Pertama, mathematics as language, artinya matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir, alat untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga “an invaluable tool for communicating a variety of ideas clearly, precisely, and succinctly”. Kedua, mathematics learning as social activity, artinya sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika, matematika juga sebagai wahana interaksi antar siswa, dan juga komunikasi antara guru dan siswa. Hal ini merupakan bagian penting untuk “nurturing children’s mathematical potential”.
Komunikasi matematis berperan penting membantu siswa memahami matematika maupun untuk mengungkapkan keberhasilan belajar siswa. Seperti dikemukakan Lindquist bahwa jika kita sepakat bahwa matematika itu merupakan suatu bahasa dan bahasa tersebut sebagai bahasan terbaik dalam komunitasnya, maka mudah dipahami bahwa komunikasi merupakan esensi mengajar, belajar, dan mengakses matematika. Pada saat pembelajaran matematika, komunikasi berperan efektif dalam mengembangkan pengetahuan siswa. Dengan komunikasi yang baik, siswa dapat merepresentasikan pengetahuanya sehingga bila terjadi salah konsep dapat segera diantisipasi dan transfer ilmu pengetahuan terhadap siswa lainnya dapat dilaksanakan.
Melihat begitu pentingnya komunikasi matematis dalam pembelajaran matematika, NCTM (Helmaheri, 2004: 13) menyatakan bahwa program pengajaran matematika di sekolah yang baik salah satunya adalah harus menekankan siswa dalam menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara benar.
Menurut Ross (2004), Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk melihat kemampuan komunikasi matematis tertulis adalah:
1.      Use multiple representations to express mathematical concepts and solutions
2.      Represent problem situations and express their solutions using pictorial, tabular, graphical, and algebraic methods
3.      Use mathematical language and symbolism appropriately
4.      Describe situations mathematically by providing mathematical ideas and evidence in written form;
5.      Present results in written form
Seperti yang diungkapkan dari berbagai sumber di atas mengenai pengertian komunikasi matematis siswa, maka indikator yang digunakan untuk melihat kemampuan komunikasi matematis siswa pada penelitian ini adalah:
1)      Mengekspresikan konsep matematika dengan menyatakan peristiwa seharihari dalam bahasa atau symbol matematika.
2)      Merefleksikan ide-ide matematika ke dalam gambar dan bagan.
3)      Memberikan jawaban dengan bahasa sendiri, membuat model situasi atau persoalan dalam bentuk tertulis.

6.      Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran Konvensional merupakan pembelajaran yang dilakukan secara klasikal dengan metode ekspositori dan pemberian tugas secara individu yang menggunakan komunikasi satu arah.
Menurut Nasution ciri – ciri pembelajaran konvensional adalah:
a.       Tujuan tidak dirumuskan secara spesifik.
b.      Kegiatan instruksional kebanyakan berbentuk ceramah
c.       Pengalaman belajar kebanyakan berbentuk ceramah
d.      Partisipasi murid kebanyakan pasif.
e.       Kecepatan belajar ditentukan oleh kecepatan guru mengajar.
f.       Penguasaan tidak menyeluruh.
g.      Keberhasilan siswa dinilai secara subjektif.[19]

Jadi dapat dikatakan bahwa pembelajaran konvensional lebih menitikberatkan pada keaktifan guru. Pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang biasa dilaksanakan dengan metode Ekspositori.
Erman suherman mengemukakan bahwa pada metode ekspositori dominasi guru banyak berkurang, karena tidak terus menerus bicara, ia berbicara pada awal pembelajaran, menerangkan materi dan contoh-contoh soal pada waktu-waktu yang diperlukan saja. Siswa tidak hanya mendengar dan membuat catatan tetapi juga membuat soal latihan dan bertanya kalau tidak mengerti. Guru dapat memeriksa pekerjaan siswa secara individu atau kelompok. [20]
Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang sudah biasa dilaksanakan di sekolah-sekolah. Pembelajaran konvensional ini merupakan pembelajaran yang paling mudah dilaksanakan dan paling dominan dilaksanakan oleh guru – guru. Pelaksanaan pembelajaran ini meliputi pembelajaran dengan metode ekspositori, tanya jawab, latihan, dan pemberian tugas. Siswa belum diberikan kesempatan untuk membangun pengetahuannya sendiri karena pembelajaran kmvensional ini cenderung memfokuskan siswa kepada belajar mengajar, membuat latihan, mempersiapkan ujian harian maupun ujian semester.  
Tabel 4. Perbedaan pembelajaran konvensional dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together

Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together
Model pembelajaran konvensional
1
2
1.      Siswa aktif
2.      Guru sebagai fasilitator

3.      Ada kelompok-kelompok kooperatif
4.      Ada interaksi yang baik antara siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru
5.      Pengetahuan didasarkan atas aspek kognitif, afektif dan psikomotor
6.      Daya serap siswa lebih cepat dan bertahan lama karena siswa tidak menghapal
1.      Siswa pasif
2.      Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran
3.      Tidak ada kelompok-kelompok kooperatif
4.      Interaksi antara siswa dengan siswa, guru dengan guru kurang
5.      Pengetahuan dilihat aspek kognitifnya saja

6.      Daya serap siswa rendah dan cepat hilang karena bersifat menghapal

7.      Hasil Belajar
Hasil belajar adalah sesuatu yang diperoleh setelah melakukan kegiatan pembelajaran. Hasil belajar terlihat dalam perubahan tingkah laku siswa dari tidak tahu jadi tahu dan tidak mengerti menjadi mengerti. Perubahan yang didapat setelah pembelajaran ini adalah perubahan pengetahuan, pengalaman, keterampilan, nilai dan sikap atau dengan kata lain meliputi ranah kognitif afektif dan psikomotor.
Belajar merupakan salah satu kegiatan bagi setiap orang, terutama siswa. Terjadinya perubahan tingkah laku dalam waktu relatif lama yang disertai dengan usaha seseorang sehingga dari tidak mampu menjadi mampu mengerjakan. Tanpa usaha walaupun terjadi perubahan tingkah laku, bukanlah belajar. Perubahan tingkah laku itu disebut hasil belajar.[21]
Sedangkan suatu proses belajar ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan ini ditunjukkan dalam berbagai bentuk serta pengetahuan, kemampuan daya kreasi dan lain-lain, perubahan yang terjadi disebut hasil belajar.[22]
Hasil belajar merupakan tolak ukur yang digunakan untuk menentukan tingkat keberhasilan siswa didalam mengetahui dan memahami suatu mata pelajaran. Disamping itu hasil belajar hendaklah bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Jika hasil belajar tidak bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, ini merupakan sesuatu yang tidak berguna dan merupakan hasil belajar yang semu belaka.

8.      Aktivitas Belajar
Prinsip belajar pada dasarnya adalah melakukan aktivitas, sebagaimana yang dikemukakan Sadirman. A. M bahwa setiap orang yang belajar harus aktif, tanpa adanya aktivitas maka proses belajar tidak mungkin terjadi. [23]
Berdasarkan pendapat tersebut, aktivitas merupakan hal yang paling penting dalam belajar matematika. Aktivitas belajar matematika yang dimaksud adalah aktivitas yang dilakukan siswa secara individu atau berkelompok untuk menyelesaikan permasalahan matematika atau untuk menemukan konsep dasar matematika.
Aktivitas siswa dalam kelas dapat dilihat dari partisipasi siswa terhadap proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Dalam proses belajar mengajar, aktivitas siswa terlahir karena adanya motivasi dan dorongan oleh sebab itu, guru harus berupaya untuk membimbing siswa agar dapat beraktivitas secara maksimal.
Paul B Diedrich dalam Sadirman membuat daftar yang berisi 177 macam kegiatan yang antar lain dapat digolongkan sebagai berikut:
a.       Visual activities (aktivitas melihat), seperti : membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
b.      Oral activities (aktivitas membaca), seperti : menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
c.       Listening activities (aktivitas mendengar), seperti : mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, music, pidato.
d.      Writing activities (aktivitas menulis), seperti : menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.
e.       Drawing activities (kegiatan menggambar), seperti : menggambar, membuat grafik, peta, diagram.
f.       Mental activities (aktivitas mental), seperti : menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisa, membuat hubungan, mengambil keputusan.
g.      Emotional activities (aktivitas emosional), seperti menaruh minat, merasa bosan, gembira, bergairah, berani, tenang, gugup.[24]

Dalam proses pembelajaran di kelas, semua aktivitas ini saling mendukung satu sama lain. Jika siswa aktif dalam belajar maka tujuan pembelajaran akan mudah tercapai.  
Setelah disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Treffinger maka aktivitas yang akan diamati dalam penelitian ini adalah:
Tabel 5. Indikator aktivitas siswa yang akan diamati 
No
Indikator aktivitas
Aktivitas yang diamati
1
Oral activities
Siswa bertanya dan mengemukakan pendapat dalam diskusi
2
Mental activities
Siswa menjawab pertanyaan
3
Emotional activities
Siswa serius selama proses pembelajaran dengan memusatkan perhatian pada penjelasan yang sedang disampaikan oleh teman dan guru.
4
Writing activities
Siswa menyalin dan melengkapi catatan



B.     Kerangka Konseptual
Pembelajaran matematika bertujuan untuk mengembangkan pola pikir dan penalaran siswa dengan berfikir secara logis, rasional, cermat jujur, efektif dan efisien dalam menghadapi suatu masalah. Pengembangan penalaran dan pola pikir siswa dapat dilakukan dengan membiasakan siswa menyelesaikan berbagai masalah-masalah matematika yang berhubungan dengan materi yang dibahas. Penerapannya dapat berupa mengerjakan latihan-latihan dalam memecahkan soal-soal yang beraneka ragam tingkat kesulitannya mengenai materi yang dipelajari.
Pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kartu ini siswa akan dihadapkan dengan soal yang beraneka ragam tingkat kesulitannya. Dengan soal yang bervariasi dapat memperkaya pemahaman siswa mengenai materi yang diajarkan. Selain itu kartu soal dirancang semenarik mungkin sehingga siswa tertarik untuk mengerjakan soal yang diberikan.









Pembelajaran dilaksanakan dalam bentuk diskusi kelompok. Siswa harus mampu bekerjasama dengan anggota kelompok untuk membuat temannya paham dan mengerti terhadap masalah yang ada dalam kartu tersebut, dengan demikian siapa saja yang ditunjuk dapat mempresentasikan hasil diskusi dengan baik dan siswa akan lebih aktif dalam proses pembelajaran dan lebih faham dengan konsep-konsep mengenai materi yang sedang dipelajari. Dengan demikian diharapkan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Treffinger dengan menggunakan kartu dapat meningkatkan aktivitas  dan hasil belajar siswa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema kerangka konseptual berikut:



















C.    Hipotesis

Berdasarkan kajian teori dan untuk menjawab pertanyaan pada rumusan masalah, maka hipotesis pada penelitian ini adalah : “ Hasil belajar dan komukimasi matematis siswa yang diajar dengan model kooperatif tipe Treffinger lebih baik dari hasil belajar siswa yang diajar dengan metode konvensional 




BAB III
METODOLOGI PENELITIAN


A.    Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen yaitu “suatu penelitian yang tujuannya untuk menyelidiki kemungkinan saling hubungan sebab-akibat dengan cara mengenakan kepada satu atau lebih kelompok eksperimental, satu atau lebih kondisi perlakuan dan memperbandingkan hasilnya dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak dikenai kondisi perlakuan”.[25] Jenis rancangan penelitian ini adalahRandomized Control Group Only Design“. Dalam penelitian ini peneliti mengambil satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelas sebagai kelas kontrol. Bentuk rancangan penelitiannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 6 .  Rancangan Penelitian


Treatment
Postest
Experiment Group
Pembelajaran dengan model NHT
Tes akhir
Control Group
-
Tes akhir
 
Pada penelitian ini pada kelompok eksperimen diberikan perlakuan yaitu pembelajaran dengan menggunakan model Treffinger, sedangkan pada kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan seperti kelompok eksperimen, pada kelompok ini kegiatan pembelajaran dilaksanakan seperti biasa. Untuk melihat dampak penggunaan model Treffinger terhadap hasil belajar siswa diberikan tes akhir dengan soal yang sama, kemudian hasilnya dibandingkan.

B.     Populasi dan Sampel
1.      Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII MTsN Limbanang tahun ajaran 2012/ 2013. Jumlah siswa  kelas VIII MTsN Bukit Bunian Bukareh pada tahun ajaran 2012 / 2013 adalah sebagai berikut:
          Tabel 7. Data Jumlah Siswa MTsN Limabanang  Pada Tahun Ajaran 2012 / 2013

Kelas
Jenis
Lk
Pr
Jumlah
VIII - A
11
13
24
VIII - B
10
12
22
VIII - C
9
13
22
Jumlah
30
38
68
Sumber  Data : Kantor Tata Usaha MTsN Limbanang

2.      Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi, segala karakteristik populasi tercermin dalam sampel yang diambil. Agar sampel dapat mewakili dan menggambarkan sifat serta karakteristik dari populasi, maka perlu dilakukan langkah-langkah:
a.       Mengumpulkan data nilai ujian harian matematika kelas VIII MTsN Limbanang tahun ajaran 2012/ 20132 kemudian di hitung rata-rata dan simpangan bakunya.
b.      Melakukan uji normalitas populasi terhadap nilai ujian harian  matematika kelas VIII yang bertujuan untuk mengetahui apakah populasi tersebut berdistribusi normal atau tidak
Hipotesis yang diajukan adalah:
H0 = Populasi berdistribusi normal.
H1 = Populasi berdistribusi tidak normal

Untuk melihat sampel berdistribusi normal, digunakan uji Liliefort dengan langkah-langkah seperti yang dikemukakan oleh Nana Sudjana sebagai berikut:
1)      Data X1,X2,X3,…….,Xn diperoleh dan disusun dari data yang terkecil sampai yang terbesar.
2)      Mencari skor baku dari skor mentah dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Zi =
Dimana :
          S    = Simpangan Baku
          = Skor Rata - rata
           Xi = Skor dari tiap soal
3)      Dengan menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F (Zi) = P ( P  Zi )
4)      Menghitung jumlah proporsi skor baku  yang lebih baku, atau sama Zi  yang dinyatakan dengan S ( ) dengan menggunakan rumus:
S ( Zi ) =
5)      Menghitung selisih F ( Zi ) – S ( Zi ), kemudian ditentukan nilai mutlaknya.
6)      Ambil harga mutlak yang terbesar dari harga mutlak selisih. Harga mutlak selisih diberi symbol Lo.  Lo = maks  .
7)      Bandingkan nilai Lo yang diperoleh dengan nilai Lo yang ada pada tabel. Pada taraf 0,05 jika Lo  Ltabel maka Hoditerima. Dari hasil analisis data pada taraf nyata  = 0,05 terlihat bahwa Lo  L tabel maka Ho diterima. Berarti data tersebut berasal dari popilasi yang berdidtribusi normal.[26]

c.       Melakukan uji Homogenitas varians dengan menggunakan uji Bartlet.
Uji ini bertujuan untuk melihat apakah populasi mempunyai variansi yang homogen atau tidak. Hipotesis yang diajukan yaitu :
Ho = Populasi mempunyai varians yang sama
H1  = populasi mempunyai varians yang tidak sama
Untuk menentukan uji Homogenitas, dilakukan beberapa langkah yang dikemukakan oleh Nana Sudjana sebagai berikut:
1)      Hitung k buah ragam contoh S1,S2,…Sk dari contoh – contoh berukuran n1,n2,…,nk dengan N =  Si
2)      Dari dugaan gabungan tentukan nilai peubah acak yang mempunyai nilai sebesaran Bartlet:
b =  
dengan kriteria pengujian sebagai berikut:
Jika b bk ( a ; n ) berarti homogen
Jika b  bk ( a ; n )berarti tidak homogen.[27]

d.      Melakukan uji kesamaan rata-rata dengan menggunakan uji analisis variansi. Uji ini menggunakan teknik anava satu arah dengan langkah sebagai berikut:
Langkah - untuk melihat kesamaan rata-rata populasi yaitu :
1)      Tuliskan hipotesis statistik yang diajukan
Ho : 1 = 2
H1 :  Sekurang – kurangnya dua rata – rata yang tidak sama
2)      Tentukan taraf nyatanya ( )
3)      Tentukan wilayah kritiknya dengan menggunakan rumus:
         f   
4)      Tentukan perhitungan melalui tabel

Tabel 8.  Data Hasil Belajar Siswa Kelas Populasi


Populasi

1
2
3
K

X11
X12
X1n
X21
X22
X2N
X31
X32
X3n
XK1
XK2
XKn

Total
T1
T2
T3
Tk
T…
Nilai
1
2
3
k


Perhitungan dengan menggunakan rumus :
Jumlah kuadrat Total ( JKK ) =     

Jumlah kuadrat untuk nilai tengah kolom
( JKK )      
Jumlah kuadrat galat ( JKG )  JKT  JKK
Masukkan data hasil perhitungan kedalam tabel berikut:

Tabel 9. Analisis Ragam Bagi Data Hasil Belajar Siswa Kelas Populasi

Sumber keragaman
Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat tengah
f hitung
Nilai tengah kolom
JKK
K  1
 
Galat
JKG
N  K

Total
JKT
N 1



5)      Keputusannya:
Diterima Ho jika  f  f ( k 1, N  K )
Tolak Ho jika f f  ( k 1, N  K )[28]

e.       Mengambil dua kelas secara acak, satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelas sebagai kelas kontrol.
C.    Variabel dan Data
1.      Variabel
Variabel dapat diartikan sebagai ciri dari individu, objek, gejala, atau peristiwa yang dapat diukur secara kualitatif maupun kuantitatif.
Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah:
a.       Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain, yaitu berupa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe treffinger dengan menggunakan kartu ( X).
b.      Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas yaitu hasil belajar siswa ( Y ).
c.       Variabel perantara adalah variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat tetapi tidak dapat dilihat dan diukur yaitu aktivitas siswa

2.      Data
a.       Jenis data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1)      Data primer yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari sumber-sumbernya. Data primer dalam penelitian ini adalah hasil belajar dan aktivitas siswa yang diperoleh setelah mengadakan eksperimen.
2)      Data sekunder yaitu data yang telah tersusun dalam dokumen-dokumen atau data yang telah diarsipkan. Data sekunder dalam penelitian ini adalah nilai ujian harian matematika kelas VIII semester 1, dan data tentang jumlah siswa pada kelas sampel beserta namanya masing-masing.
b.      Sumber data
Sumber data dalam penelitian ini adalah :
1)      Data primer
Data primer bersumber dari siswa kelas VIII MTsN Limbanang yang menjadi sampel dalam penelitian ini.
2)       Data sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini bersumber dari Tata Usaha dan guru bidang studi matematika MTsN Limbanang

D.    Instrumen Penelitian
1.      Tes Hasil Belajar
Tes akhir ini diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah pokok bahasan selesai dipelajari. Soal tes ini dibuat dalam bentuk essay.
Sebelum soal-soal ini diberikan, terlebih dahulu soal divalidasi, dicari reliabelitasnya, indeks pembeda dan indeks kesukarannya.
a.       Validitas
Tes dikatakan valid jika dapat mengukur apa yang hendak diukur. Sebutir item dapat dikatakan telah memiliki validitas yang tinggi jika skor pada butir item yang bersangkutan memiliki kesesuaian atau kesejajaran arah dengan skor totalnya. Validitas tes yang digunakan adalah validitas isi untuk melihat apakah tes tersebut sesuai dengan kurikulum dan bahan pelajaran yang telah diajarkan. Tes tersebut terlebih dahulu divalidasi oleh dosen dan guru mata pelajaran, kemudian diperbaiki lalu diujicobakan.
Untuk menentukan validitas tes essay dapat digunakan rumus korelasi product moment yaitu:
      Rxy    
Keterangan:
Rxy       :    Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y         
N         :    Jumlah testee
XY   :    Jumlah perkalian antara skor item dan skor total
X     :    Jumlah skor item
Y      :    Jumlah skor total
Koefisien korelasi selalu terdapat antara -1,00 sampai +1,00. Namun karena menghitung sering dilakukan pembulatan angka – angka, sangat mungkin diperoleh koefisien lebih dari 1,00. Koefisien negatif menunjukkan hubungan kebalikan sedang koefisien positif menunjukkan adanya kesejajaran. Untuk mengadakan interpretasi mengenai besarnya koefisien korelasi adalah sebagai berikut:
1)         Antara 0,800 sampai dengan 1,000 : sangat tinggi
2)         Antara 0,600 sampai dengan 0,800 : tinggi
3)         Antara 0,400 sampai dengan 0,600 : cukup
4)         Antara 0,200 sampai dengan 0,400 : rendah
5)         Antara 0,000 sampai dengan 0,200 : sangat rendah
b.        Reliabilitas
Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Maka pengertian reliabelitas tes, berhubungan dengan ketetapan hasil tes. Kata reliabelitas dalam bahasa Indonesia diambil dari kata reliability dalam bahasa Inggris, yang berasal dari kata reliable yang artinya dapat dipercaya. Tes dapat dipercaya jika memberikan hasil yang tetap apabila diteskan berkali-kali. Sebuah tes dikatakan reliable jika hasil tes tersebut menunjukkan ketetapan.
Rumus yang digunakan untuk menentukan nilai reliabelitas tes essay adalah:[29]
  ( 1)
Keterangan :
             : Koefisien reliabelitas
               : Banyak item yang dikeluarkan dalam tes
          : Jumlah varian total
             : Varian total

Klasifikasi Reliabilitas menurut Slameto Santoso adalah: [30]
0,80  1,00 Reliabilitas sangat tinggi
0,60  0,79 Reliabilitas tinggi
0,40  0,59 Reliabilitas sedang
0,20  0,39 Reliabilitas rendah
0,00  0,19 Reliabilitas sangat rendah




c.         Indeks pembeda ( IP )
Daya pembeda item adalah kemampuan suatu butir item hasil belajar untuk dapat membedakan antara testee yang berkemampuan tinggi dengan testee yang berkemampuan rendah, sedemikian rupa sehingga sebagian besar testee yang memiliki kemampuan tinggi untuk menjawab butir item tersebut lebih banyak yang menjawab betul, sementara testee yang kemampuanya rendah sebagian besar tidak mampu menjawab item  dengan betul.
Daya pembeda soal ditentukan dengan mencari indeks pembeda soal atau discrimination index of a test item. Indeks pembeda soal adalah angka yang menunjukkan perbedaan kelompok tinggi (HG) dan kelompok rendah (LG).
Cara untuk menghitung indeks pembeda soal adalah sebagai berikut:
1)      Data diurutkan dari nilai tertinggi sampai nilai terendah.
2)      Ambil 27% dari kelompok yang mendapat nilai tinggi dan 27% dari kelompok yang mendapat nilai rendah.
Untuk menentukan indeks pembeda dari soal essay digunakan rumus : 
Ip  
Keterangan :
Ip      :    Indeks pembeda soal
Mt     :    Rata-rata skor dari kelompok tinggi
Mr     :    Rata -rata skor dari kelompok redah
      :         Jumlah kuadrat deviasi dari kelompok tinggi 
       :         Jumlah kuadrat deviasi dari kelompok rendah
Adapun kriteria tingkat pembeda soal berdasarkan indeks pembeda adalah :
0,4  1  Baik sekali ( sangat berarti )
0,3  0,39  Baik ( berarti )
0,2  0,29  Sedang ( direvisi )
0  0,19  Jelek ( dibuang )
Ditinjau dari keseluruhan soal ( tes ), tes dibuat signifikan atau berarti jika: 
50% dari jumlah soal tersebut Ip  0,40
40% dari jmlah soal tersebut 0,20 Ip  0,40
10% dari jumlah soal tersebut 0,10 Ip  0,19 serta tidak ada soal yang  Ip nya negatif.

d.      Indeks kesukaran ( IK )
Bermutu atau tidaknya butir butir item tes hasil belajar pertama–tama dapat diketahui dari derajat kesukaran atau taraf kesulitan yang dimiliki oleh masing-masing butir tersebut. Butir-butir tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai butir-butir item yang baik, apabila butir-butir item tersebut tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalu mudah, dengan kata lain derajat kesukaran item itu adalah sedang atau cukup.
Bertitik tolak dari pernyataan di atas maka butir-butir item tes hasil belajar dimana seluruh testee tidak dapat menjaab dengan betul (mungkin karena terlalu sukar ) tidak dapat disebut sebagai item yang baik. Demikian pula sebaliknya, butir-butir item tes hasil belajar dimana seluruh testee dapat menjawab dengan betul (mungkin terlalu mudah) juga tidak dapat dimasukkan kedalam kategori item yan baik.
Untuk menentukan indek kesukaran dari soal essay digunakan rumus:
Ik    100%
Keterangan:
Ik     : Indeks kesukaran tes
Dt     : Jumlah skor kelompok tinggi
Dr     :        Jumlah skor kelompok rendah
M    :      Skor setiap soal jika benar
N    :       27% dari peserta tes
Adapun kriteria tingkat kesukaran soal essay berdasarkan indeks kesukaran:
Ik   27%   Sukar
27%  Ik  73%   Sedang
73%  Ik  mudah [31]

2.      Lembar Observasi
Lembar observasi yang akan digunakan dalam penelitian ini  berdasarkan  kepada indikator aktivitas  dan nantinya akan divalidasi oleh beberapa validator. Lembar observasi ini digunakan untuk memperoleh informasi tentang aktivitas siswa selama proses pembelajaran model kooperatif tipe Treffinger berlangsung. Aktifitas yang diamati dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 10.  Aktivitas yang akan diamati
No
Indikator aktifitas
Aktifitas yang diamati
1
Oral activities
Siswa mengajukan pendapat
Siswa mengemukakan pendapat dalam diskusi
2
Mental activities
Siswa menjawab pertanyaan
3
Emotional activities
Siswa serius selama proses pembelajaran dengan memusatkan perhatian pada penjelasan yang sedang disampaikan oleh teman dan guru.
4
Writing activities
Siswa menyalin dan melengkapi catatan


E.       Prosedur Penelitian
Proses pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :
1.      Tahap persiapan
a.       Menentukan jadwal penelitian
b.      Menetapkan sampel penelitian dengan cara random sampling yaitu setiap kelas mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel.
c.       Merancang dan menvalidasi tes hasil belajar dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran oleh beberapa validator.
d.      Uji coba tes hasil belajar.
e.       Mempersiapkan lembar observasi.
f.       Mempersiapkan observer.
g.      Mempersiapkan perangkat pembelajaran
2.      Tahap pelaksanaan.
Pada tahap ini peneliti melaksanakan pembelajaran matematika dengan   model kooperatif tipe Treffinger dengan menggunakan kartu pada kelas eksperimen dan melakukan pembelajaran seperi biasa pada kelas kontrol. Sebelum melaksanakan pembelajaran di kelas eksperiment, terlebih dahulu dibagi kelompok berdasarkan tingkat akademiknya.
Tabel 11 : langkah-langkah Pembelajaran pada Kelas Sampel

Tahap
Kunci Tugas
Kemampuan yang diharapkan
Teknik Pengajaran
1
Keterbukaananeka gagasan baru, melihat sebanyak-banyaknya kemungkinan dan alternative untuk mengkomunikasikan ide-ide matematis
·         Kognitif
-          Kelancaran
-          Kerincian kelenturan
-          Kognisi dan ingatan
-          Keaslian
·         Afektif
-          Ingin tahu
-          Mengambil resiko
-          Keterbukaan kepada pengalaman
-          Keinginan merespon
-          Kepekaan kepada masalah
-          Toleransi terhadap ambiguits
-          Kepercayaan diri
-          Pemanasan
-          Pemikiran/perasaan terbuka
-          Diskusi dan penundaan penilaian
-          Mendaftar gagasan
-          Penguatan hubungan
2
Penggunaan gagasan kreatifitas dalam situasi kompleks, yang melibatkan proses pemikiran, perasaan serta ketegangan dan konflik
·         Kognitif
-          Aplikasi
-          Keterampilan riset
-          Analisis dan sintesis
-          Transformasi
-          Evaluasi
-          Analogi
·         Afektif
-          Pengembangan nilai/kesadaran
-          Mengelola konflik yang kompleks
-          Relaksasi
-          Imajinasi
-          Analisis morfologis
-          Klarifikasi nilai
-          Sosio drama
-          Simulasi
-          Komunikasi matematis
-          Keterampilan
-          Riset
3
Penggunaan proses
perasaan dan
pemikiran kreatif
untuk
mengkomunikasika
n ide-ide matematis
secara mandiri
·         Kognitif
-          Belajar mandiri dan penemuan
-          Pengarahan diri
-          Profesionalisme
-          Pengelolaan kemampuan
-          Pengembangan hasil
·         Afektif
-          Internalisasi nilai
-          Komitmen hidup produktif
-          Mengarah kepada aktualisasi diri
-          Proyek studi mandiri
-          Komunikasi matematis siswa


Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol
1
2
Pendahuluan 
1.     Guru menyampaikan apersepsi dan motivasi kepada siswa.
2.     Guru menyampaikan  indikator dan tujuan pembelajaran serta kegiatan siswa dalam proses pembelajaran. 


                       
Kegiatan inti
Keterbukaananeka gagasan baru, melihat sebanyak-banyaknya kemungkinan dan alternative untuk mengkomunikasikan ide-ide matematis

1

Penggunaan gagasan kreatifitas dalam situasi kompleks, yang melibatkan proses pemikiran, perasaan serta ketegangan dan konflik

Penggunaan proses perasaan dan
pemikiran kreatif untuk mengkomunikasika  ide-ide matematis secara mandiri

Guru mengadakan kuis individual dan membuat skor perkembangan tiap siswa

Mengumumkan hasil kuis dan memberikan penghargaan
Pendahuluan
1.      Guru menyampaikan apersepsi dan motivasi kepada siswa.
2.      Guru menyampaikan indikator dan tujuan pembelajaran serta kegiatan siswa dalam proses pembelajaran.


Kegiatan inti
Guru memberikan materi inti secara klasikal.

Guru memberikan contoh soal dan membahas bersama siswa
2
Guru memberikan latihan kepada siswa

Guru membimbing siswa mengerjakan latihan.

Guru memberikan penekanan konsep dan membahas soal-soal yang dirasakan sulit.

Guru mengumpulkan latihan yang telah dikerjakan siswa.









Kesimpulan
Guru membimbing siswa membuat kesimpulan dan memberikan pekerjaan rumah.
Kesimpulan
Guru membimbing siswa membuat kesimpulan dan memberikan pekerjaan rumah


3.      Tahap penyelesaian
Pada tahap ini peneliti akan memberikan tes akhir untuk melihat hasil belajar siswa. Tes diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, kemudian dilakukan analisis untuk uji hiopotesis. 

F.   Teknik Analisa Data
1.   Tes Hasil belajar
Setelah tes akhir dikumpulkan, peneliti melakukan tahapan-tahapan seperti berikut:
a.    Uji normalitas
Melakukan uji normalitas populasi terhadap nilai ujian akhir matematika kelas VIII yang bertujuan untuk mengetahui apakah populasi tersebut berdistribusi normal atau tidak
Hipotesis yang diajukan adalah:
H0=Populasi berdistribusi normal.
H1=Populasi berdistribusi tidak normal
Untuk melihat sampel berdistribusi normal,digunakan uji Liliefort dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1)   Data X1,X2,X3,…….,Xn diperoleh dan disusun dari data yang terkecil sampai yang terbesar.
2)   Mencari skor baku dari skor mentah dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
                              Zi =
                              Dimana :
S     = Simpangan Baku
     = Skor Rata - rata
Xi   = Skor dari tiap soal
3)   Dengan menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F (Zi) = P ( P  Zi )
4)   Menghitung jumlah proporsi skor baku  yang lebih baku, atau sama Zi  yang dinyatakan dengan S ( ) dengan menggunakan rumus:
S ( Zi ) =
5)   Menghitung selisih F ( Zi ) – S ( Zi ), kemudian ditentukan nilai mutlaknya.
6)   Ambil harga mutlak yang terbesar dari harga mutlak selisih. Harga mutlak selisih diberi symbol L0. L0 = maks  .
7)   Bandingkan nilai L0 yang diperoleh dengan nilai Lo yang ada pada tabel. Pada taraf 0,05 jika Lo  Ltabel maka Hoditerima. Dari hasil analisis data pada taraf nyata  = 0,05 terlihat bahwa Lo  L tabel maka Ho diterima. Berarti data tersebut berasal dari popilasi yang berdistribusi normal.[32]


b.    Uji homogenitas variansi
Menguji homogenitas variansi jika telah didapatkan dua proporsi normal . dalam hal ini akan diuji Ho :   dimana 1 dan  2 adalah simpanan baku dari masing – masing kelompok sampel. Rumus yang digunakan untuk uji hipotesis ini adalah:[33]
F

Keterangan:
   :    Variansi terbesar
     :    Variansi terkecil
F       :    Perbandingan antara variansi terbesar dengan variansi terkecil.
Kriteria pengujian adalah terima hipotesis Ho jika :
 dimana

c.    Uji hipotesis
Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas, selanjutnya dilakukan uji hipotesis. Uji  hipotesis bertujuan untuk melihat perbandingan hasil belajar kedua kelas sampel. Dengan hipotesis yaitu:
Ho :      :    hasil belajar matematika siswa yang mengikuti model pembelajaran  kooperatif tipe NHT dengan menggunakan kartu sama dengan hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional
H1 :      :    hasil belajar matematika siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan menggunakan kartu lebih baik dari hasil belajar matematika siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional.
Dimana  adalah rata – rata kelompok kontrol.
Berdasarka uji normalitas dan uji homogenitas ada beberapa rumus untuk menguji hipotesis yaitu :
1)          Apabila data berdistribusi normal mempunyai variansi homogen maka uji statistik  yang digunakan adalah dengan rumus:[34]            t    dengan
Dimana:
   : Nilai rata – rata kelas eksperiment
   : Nilai rata – rata kelas kontrol
   : Variansi hasil belajar kelas eksperimen
   : Variansi hasil belajar kelas eksperimen
     : Simpangan baku
   : Jumlah siswa kelas eksperimen
   : Jumlah siswa kelas kontrol
Kriteria :
Terima Ho jika  
dengan dk  selain itu Ho ditolak.

2)            Jika sampel berdistribusi normal dan kedua kelompok sampel tidak mempunyai variansi homogen, maka uji statistik yang digunakan adalah[35] :
 t=
Kriteria pengujinya adalah :
Tolak hipotesis Ho jika t > dan
Terima Ho jika t <
Dengan :


2.    Lembar Observasi
Data aktifitas yang diperoleh melalui lembar obsevasi dianalisis dengan menggunakan rumus presentase yaitu :
P = 100%
Keterangan:
P  = Persentase aktifitas
F  = Frekuensi aktifitas yang dilakukan
N  = Jumlah Siswa[36]


Menurut Mudjiono dan Dimyati kriteria penilaian aktifitas dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut :
a)    Jika presentase penilaian aktifitas adalah 1% - 25% maka aktifitas tergolong sedikit.
b)   Jika presentase penilaian aktifitas adalah 26% - 50% maka aktifitas tergolong sedikit
c)    Jika presentase penilaian aktifitas adalah 51% - 75% maka aktifitas tergolong banyak
d)   Jika presentase penilaian aktifitas adalah 76% - 100% maka aktifitas tergolong banyak sekali.[37]

Presentase aktifitas belajar dipantau setiap kali pertemuan, sehingga dapat diketahui bagaimana perkembangan aktifitas siswa selama pembelajaran Model Kooperatif Tipe Treffinger.





DAFTAR KEPUSTAKAAN

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, (Jakarta : Rineka Cipta, 2006)
Departemen AgamaRI, AL-Qur’an dan Terjemahan(Bandung: CV Diponegoro, 2005),h.434
Dimyati dan Mudjiono, Belajar & Pembelajaran, (Jakarta : Rineka Cipta, 1999)
E.   Walpole, Ronal, Pengatar Statistika, Jakarta : (PT. Gramedia Pustaka, 1993)
Hudoyo, Herman, Mengajar dan Belajar Matematika, (Jakarta : Dirjen dikti, 1988)
Ibrahim dkk, Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya : UNESA-University Press, 2006)
Isjoni, Cooperatife Learning, (Bandung : Alfabeta, 2010)
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta : PT Raja Grafindo, 2001)
Praktiknyo Prawironegoro,Evaluasi Hasil Belajar Khusus Analisis Soal Bidang Matematika, (Jakarta: Dirjen Dikti P21. PTK,1985 )
Sudjana, Nana, Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung:  Sinar Baru Algensindo, 1989)
Suherman, Erman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA University Pendidikan Indonesia, 2001)
Suryabrata, Sumadi. 2004. Metodologi Penelitian. Jakarta: Grafindo
BSNP. 2006. Draf Final Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan : Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SMP dan MTs. Jakarta : Badan Standar Nasional Pendidikan.
Liesnawati. (2006). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Representasi Matematika terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa SMA. Skripsi: Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Munandar, S. C. U. 2002. Kretivitas dan Keberbakatan Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Pomalato, Sarson W. Dj. 2005. Pengaruh Penerapan Model Treffinger pada Pembelajaran Matematika dalam Mengembangkan Kemampuan Kreatif dan Pemecahan Masalah Siswa. Disertasi PPS UPI : Tidak diterbitkan.
Suherman, E., Kusumah. 1990. Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusuma.
Suherman, Erman, dkk. 2001. Common Text Book : Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung : JICA UPI.



[1] Departemen AgamaRI, AL-Qur’an dan Terjemahan(Bandung: CV Diponegoro, 2005),h.434
[2] Erman Suherman, Common Text Book Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA Universitas Pendidikan Indonesia, 2003),  h.17.

[3]  BNSP, Draf Final Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan : Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SMP dan MTs (Jakarta : Badan Standar Nasional Pendidikan , 2006) hal,12

[4] Liesnawati, Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Representasi Matematika terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa SMA. (Bandung : Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Bandung, 2006) hal. 5
       [5]Erman Suherman dkk,Strategi…,h.79
       [6] Erman Suherman,Strategi Pembelajaran Matematika, ( Bandung : JICA University Pendidikan Indonesia, 201), h. 8
        [7] Erman Suherman…,h.56
       [8] Erman Suherman…, h.218
       [9] Isjoni,COOPERATIVE...,h.35
       [10] Isjoni,COOPERATIVE...,h.37
       [11] Isjoni,COOPERATIVE...,h.40
        [12] Pormalato, Sarson W. Dj, Pengaruh Penerapan Model Treffinger pada Pembelajaran Matematika dalam Mengembangkan Kemampuan Kreatif dan Pemecahan Masalah Siswa, (Bandung : PPS UPI , 2005), hal 8
       [13]  Pomalato , Pengaruh...,hal.35
[14]  Munandar, Kreatif dan Keberkatan Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Umu, 2002), hal 76
[15] Suherman Erman, Common Text Book : Stratei Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung : JICA UPI , 2001), hal 43
[16]  Suherman Erman, Common…. Hal 37
[17] Pormalano, Pengaruh….. hal 21
[18]  Pormalano, Pengaruh….. hal 23
        [19]Afif Afdila….,h.23
       [20] Erman Suherman…, h.24
       [21] Herman Hudoyo, Mengajar dan Belajar Matematika,(Jakarta : Dirjen Dikti ),h.1
       [22] Nana Sudjana, Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajar Mengajar,(Bandung : Sinar Baru Algesindo,1989 ), h.28
       [23] Sardiman. A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta : PT Raja Algesindo), h.96 
        [24] Sardiman. A. M,…,h.95 - 101
         [25] Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Grafindo, 2004), h. 88
       [26]Nana Sudjana…,h.466
       [27] Ronal, E. Walpole,Pengantar Statistika, ( Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, 1993 ), h.391
       [28] Ronal, E. Walpole,…,h.383
       [29]Suharsimi Arikunto,…h.109
       [30]Afif Afdila,…h.44
       [31]Praktiknyo Prawironegoro,Evaluasi Hasil Belajar Khusus Analisis Soal Bidang Matematika, (Jakarta: Dirjen Dikti P21. PTK,1985 ), h.11
       [32]Nana Sudjana, Metode Statistika, h.116
       [33] Nana Sudjana,…, h.249
       [34] Nana Sudjana,…, h.239
       [35] Nana Sudjana,…, h.241
       [36]Anas Sudjono, Pengantar Statistik Pendidikan, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005 ), h.43
       [37]Dimyati dan Mudjiono…,h.115

Mengenai Saya

fitrirahmiku.blogspot.com
Lihat profil lengkapku