BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Setiap bangsa
memiliki kebudayaan sendiri. Di Indonesia kebudayaan yang ada merupakan
perpaduan dari budaya-budaya yang berkembang. Oleh karena itu perpaduan seluruh
budaya yang ada dapat disebut dengan budaya nasional.
Budaya bangsa Indonesia
yang sangat kaya yang menggambarkan jati diri bangsa,saat ini sedang menghadapi
tantangan yang sangat dahsyat. Arus budaya pop, terutama yang menyerang
generasi muda dan menyerang aspek-aspek kehidupan manusia yang sehat. Budaya
yang menyerang generasi bangsa adalah
budaya yang menempatkan materi atau kenikmatan di atas segala-galanya.
Masyarakat yang seperti ini adalah masyarakat yang memuja materi yang pada
titik ekstrimnya tidak peduli dengan nilai-nilai religius. Masyarakat semacam
ini adalah masyarakat yang tenggelam ke dalam kondisi masyarakat komsumen.
Mereka dipenuhi oleh keterpesonaan, ketergiuran dan hawa nafsu yang melanda
kehidupan masyarakat. Masyarakat yang dikelilingi oleh beberapa benda-benda dan
merasakan kehampaan hidup dan kekosongan
jiwa akan makna-makna spiritualitas dan moralitas kemanusiaan.
Berawal dari hal
inilah kami ingin mengetahui lebih dalam tentang budaya yang mendorong kemajuan
dan yang menyebabkan kemiskinan.
1.2
Rumusan Masalah.
Dalam penulisan makalah ini rumusan masalah yang akan d kaji
diantaranya:
1.
Apa
itu kebudayaan?
2.
Hal
apa yang menyebabkan adanya perubahan budaya?
3.
Apa
hubungan Islam dan sosial budaya?
4.
Apa
saja budaya yang mendorong kemajuan?
5.
Apa
saja budaya yang menyebabkan kemiskinan?
1.3
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari
penulisan makalah ini diantaranya:
1.
Untuk
mendiskripsikan pengertian kebudayaan
2.
Untuk
mengetahui penyebab perubahan budaya
3.
Untuk
mengetahui hubungan Islam dan sosial budaya
4.
Untuk
mengetahui budaya yang mendorong kemajuan
5.
Untuk
mengetahui budaya yang menyebabkan kemiskinan
Adapun kegunaannya adalah:
1.
Menambah
wawasan dan sebagai bahan bacaan.
2.
Memenuhi
tugas terstruktur mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan = cultuur (bahasa Belanda) = culture (bahasa inggris)
berasal dari bahasa Latin “Colere” yang berarti mengolah, mengerjakan,
menyuburkan dan mengembangkan.
Dari sudut bahasa Indonesia kebudayaan berasal dari bahasa
Sansekerta “buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang bararti budi atau
akal.
Pendapat lain mengatakan, bahwa “budaya” adalah sebagai suatu
perkembangan dari kata majemuk budi-daya, yang berarti daya dari budi, karena
itu mereka membedakan budaya dengan kebudayaan. Budaya adalah daya dari budi
yang berupa cipta, karsa dan rasa. Kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa
dan rasa tersebut.[1]
Prof. M.M Djojodiguno dalam bukunya “Asas-asas Sosiologi (1958)
mengatakan bahwa kebudayaan atau”budaya” adalah dari budi, yang berupa cipta,
karsa dan rasa.
Cipta: keinginan manusia untuk mengetahui rahasia segala hal
yang ada dalam pengalamannya,yang meliputi pengalaman lahir dan batin. Hasil
cipta berupa berbagai ilmu pengetahuan.
Karsa :keinginan manusia untuk
mengetahui dari mana manusia sebelum lahir dan kemana manusia sesudah mati.
Hasilnya berupa norma-norma keagamaan / kepercayaan.
Rasa : keinginan manusia akan
keindahan sehingga menimbulkan dorongan
untuk menikmati keindahan. Hasilnya berupa bermacam kesenian.[2]
Kebudayaan menurut ilmu antropologi adalah keseluruhan sistem
gagsan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik diri manusia dengan belajar.[3]
Maka dapat disimpulkan kebudayaan adalah hasil buah budi
manusia untuk mencapai kesempurnaan
hidup, segala sesuatu yang diciptakan manusia baik yang kongkrit maupun
abstrak.
2.2
Hal yang Menyebabkan Adanya Perubahan Budaya
Perubahan
sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan polabudaya
dalam suatu masyarakat.
Faktor pendorong perubahan:
1.
Terjadinya
kontak atau sentuhan dengan kebudayaan lain.
Bertemunya
budaya yang berbeda menyebabkan manusia saling berinteraksi dan mampu
menghimpun berbagai penemuan yang telah dihasilkan, baik dari budaya asli
maupun budaya asing, dan bahkan hasil perpaduannya. Hal ini dapat mendorong
terjadinya perubahan dan tentu akan memperkaya kebudayaan yang ada.
2.
Sistem
pendidikan formal yang maju
Pendidikanmerupakan
salah satu faktor yang bisa mengukur tingkat kemajuan sebuah masyarakat.
Pendidikan telah membuka pikiran dan membiasakan berpola pikir ilmiah,
rasional, dan objektif. Hal ini akan memberikan kemampuan manusia untuk menilai
apakah kebudayaan masyarakatnya memenuhi perkembangan zaman, dan perlu sebuah
perubahan atau tidak.
3.
Sikap
menghargai hasil karya orang dan keinginan untuk maju.
Sebuah hasil
karya bisa memotivasi seseorang untuk mengikuti jejak karya. Orang yang
berpikiran dan berkeinginan maju senantiasa termotivasi untuk mengembangkan
diri.
4.
Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang.
Penyimpangan sosial sejauh tidak melanggar hukum atau merupakan
tindak pidana, dapat merupakan cikal bakal terjadinya perubahan sosial budaya.
Untuk itu, toleransi dapat diberikan agar semakin tercipta hal-hal baru yang
kreatif.
5.
Sistem terbuka dalam lapisan-lapisan masyarakat.
Open stratification atau sistem terbuka memungkinkan adanya gerak
sosial vertikal atau horizontal yang lebih luas kepada anggota masyarakat.
Masyarakat tidak lagi mempermasalahkan status sosial dalam menjalin hubungan
dengan sesamanya. Hal ini membuka kesempatan kepada para individu untuk dapat
mengembangkan kemampuan dirinya.
6.
Penduduk yang heterogen.
Masyarakatheterogen dengan latar belakang budaya, ras, dan ideologi
yang berbeda akan mudah terjadi pertentangan yang dapat menimbulkan kegoncangan
sosial. Keadaan demikian merupakan pendorong terjadinya perubahan-perubahan
baru dalam masyarakat untuk mencapai keselarasan sosial.
7.
Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang tertentu
Rasa tidak puas bisa menjadi sebab terjadinya perubahan.
Ketidakpuasan menimbulkan reaksi berupa perlawanan, pertentangan, dan berbagai
gerakan revolusi untuk mengubahnya.
8.
Orientasi ke masa depan
Kondisiyang senantiasa berubah merangsang orang mengikuti dan
menyesusikan dengan perubahan. Pemikiran yang selalu berorientasi ke masa depan
akan membuat masyarakat selalu berpikir maju dan mendorong terciptanya
penemuan-penemuan baru yang disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan zaman.
9.
Nilai bahwa manusia harus selalu berusaha untuk perbaikan hidup.
Usaha merupakan keharusan bagi manusia dalam upaya memenuhi
kebutuhannya yang tidak terbatas dengan menggunakan sumber daya yang terbatas.
Usaha-usaha ini merupakan faktor terjadinya perubahan.[4]
Faktor Intern antara lain:
- Bertambah dan berkurangnya penduduk (kelahiran, kematian, migrasi)
- Adanya Penemuan Baru:
1.
Discovery: penemuan ide atau alat baru yang sebelumnya belum pernah ada
2.
Invention : penyempurnaan penemuan baru
3.
Innovation
/Inovasi: pembaruan atau penemuan baru yang
diterapkan dalam kehidupan masyarakat sehingga menambah, melengkapi atau
mengganti yang telah ada. Penemuan baru didorong oleh : kesadaran
masyarakat akan kekurangan unsure dalam kehidupannya, kualitas ahli atau anggota
masyarakat
- Konflik yang terjadii dalam masyarakat
- Pemberontakan atau revolusi
Faktoreksternantara lain:
1.
perubahan
alam
2.
peperangan
3.
pengaruh
kebudayaan lain melalui difusi(penyebaran kebudayaan), akulturasi ( pembauran
antar budaya yang masih terlihat masing-masing sifat khasnya), asimilasi
(pembauran antar budaya yang menghasilkan budaya yang sama sekali baru batas
budaya lama tidak tampak lagi)[5]
2.3
Islam dan Sosial Budaya
Kehidupan manusia tidak lepas dari perkembangan budayanya. Sejak
manusia berada di bumi di situ manusia telah mengembangkan budayanya, yang
muncul sebagai interaksi antar anggota masyarakat. Dalam kaitan interaksi antar
manusia itu Al-Qur’an menjelaskan :
“ hai manusia, Sungguh Kami telah menciptakan kamu dari seorng
laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal” (QS. Al-Hujurat 13)
Kebudayaan yang berkembang harus disesuaikan dengan ajaran Islam,
sebab Islam agama yang multi dimensi yang salah satunya dinyatakan dalam
Al-Qur’an :
“Bukankah menghadapkan wajahmu ke timur dan barat itu suatu
kebajikan, namun sesungguhnya kebajikan iti adalah beriman kepada Allah, hari
akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, para nabi, dan memberikan harta yang di
cintai kepada kerabat, anak yatim ,orang-orang miskin, musafir, peminta-minta,
dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan shalat dan menunaikan
zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar
dalam kesempitan, penderitaan dan dalam perperangan, mereka itulah orang-orang
yang bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah 177).
Di satu sisi, ayat tersebut memberi pemahaman bahwa Islam
mengharuskan sikap mengabdi yang tulus kepada Allah. Di sisi lain, Al-Qur’an
mengkaitkan aspek ritual ibadah keagamaan dengan aspek kemasyarakatan, ibadah
muamalah yaitu tanggung jawab sosial untuk membebaskan manusia yang lemah dari
belenggu kemiskinan, kesenjangan sosial, ketidak adilan, penyelewengan hak-hak
asasi dan sebagainya.
Budaya yang berkembang di dunia Islam saat ini adalah budaya yang
bertentangan dengan nilai-nilai Islam seperti budaya negatif ala
Barat.Barat telah menjadi kiblat dalam berseni dan berfikir serta berprilaku.
Budaya-budaya negatif ini banyak berkembang. Gambaran budaya merupakan prinsip
yang mereka anut. Prinsip hidup mereka adalah materialisme dan hedonisme.[6]
Prinsip hidup materialisme adalah segala-galanya, sementara hedonisme adalah
yang penting dalam hidup ini merasakan kenikmatan atau bebas menikmati sesuatu
meskipun di larang agama. Dalam Islam prinsip seperti ini bertentangan dengan
ketauhidan, di mana Islam mengajarkan bahwa Tuhan yang sebenarnya adalah Allah
(QS Ali Imran 51) : “Bagi mereka yang menuhankan materi atau kepuasan hawa
nafsu terkategori kafir bahkan musyrik dan bagi yang musyrik menanggung dosa
tidak terampuni” (QS Al-Maidah 72, QS An-Nisa’ 48 dan 116). Implikasi lain
dari paham ini dalah semaraknya seks bebas tanpa menikah. Islam sangat
mengangkat harkat dan martabat manusia di bandingkan makhluk lain termasuk
hewan. Untuk mengangkat harkat, manusia diberi ajaran atau norma. Islam
mengajarkan bahwa ada batasan pergaulan antara laki-laki dan wanita. Manusia
yang melakulan seks bebas terkategori zina dan dosanya termasuk dosa besar (QS
Al-Isra’ 32)
2.4
Budaya yang Mendorong Kemajuan
Kemajuan
dan perkembangan yang hanya terbatas pada kemajuan material saja akan
menimbulkan kepincangan pada kehidupan manusia. Hidup mereka kurang sempurna,
berat sebelah dan batin mereka akan kosong. Akibatnya tidak akan memperoleh
ketentraman, ketertiban hidup, melainkan
justru dapat lebih merusak.
Akan
hilanglah sifat kebersamaan dan tenggang rasa, karena sagala tindakan manusia
akan diperhitungkan seberapa besar tindakan itumenguntungkan dirinya sehingga
rasa kemanusiaan akan lenyap, karena saingan hidup sesama manusia.
Sebagai
penentu kemanusiaan akal dan budi pasti selalu menuntut suasana yang
menggambarkan dijaminnya kemanusiaan tersebut. Wujudnya ialah suatu suasana
kehidupan yang ditaburi oleh rasa kasih antara anggota masyarakat sebagai
sesama makhluk ciptaan Tuhan, suatu kehidupan yang damai, tentram, bebas dari
rasa takut akan pihak lain.
Di
satu sisi akal dan budi selalu mengajak berbuat dengan tindakan-tindakan yang
sesuai dengan moral, di sisi lain pada manusia ada nafsu yang menyeretnya
kepada tindakan yang tidak baik dan merusak kemanusiaan. Namun sesungguhnya
nafsu itu tidak selamanya buruk, sebab nafsu itu tidak lebih dari keinginan
atau hasrat saja untuk memuaskan atau menyenangkan diri.
Untuk
menjadi manusia susila yang berbudaya, manusia yang sadar akan perannya sebagai
pengemban nilai-nilai moral, ialah manusia yang selalu berusaha memperhatikan
dengan sunggu-sungguh penerangan akal dan budi dan berusaha menaatinya.
FilsufHegel
dalam abad ke-19 membahas budaya sebagai keterasingan manusia dengan dirinya
sendiri. Dalam berbudaya manusia tak menerima begitu saja apa yang di sediakan
oleh alam, tetapi mengubahnya dan mengembangkannya lebih lanjut. Dengan berbuat
demikian itu terjadi jurang antara manusia dengan dirinya yang dialami. Itulah
yang dimaksud dengan keterlepasan atau keterasingan dan sebagai akibatnya
terjadilah ketegangan yang terus menerus mendorong kemajuan itu.[7]
Budaya
Barat selain memiliki dampak negatif juga memiliki dampak positif dan perlu
ditiru, seperti budaya kerja keras, budaya disiplin, budaya bersih dan teratur
serta budaya cinta ilmu dan milakukan penelitian.
Tentang
kebersihan hadits menyatakan kebersihan adalah sebagian dari iman.
Karena
iru kebersihan sangat penting bagi seorang muslim.
Tentang waktu, Allah sendiri
bersumpah, “Demi masa sesungguhnya manusia itu dalam kerugian kecuali orang
beriman dan senantiasa bekerja dalam kehidupannya.” (QS. Al-‘Asr 1-3).
Tentang disiplin dan keteraturan ini terkandung pula dalam ajaran waktu shalat,
menunaikan shalat tepat waktunya. Demikin pula ajaran Islam yang menganjurkan
menuntut ilmu, sejak dari buaian sampai ke liang lahat, kewajiban menuntut ilmu
untuk semua orang laki-laki atau pun wanita (Al hadits).
Ini hanya beberapa contoh dari
budaya yang mendorong kemajuan. Budaya-budaya positif ini belum banyak
diterapkan umat Islam. Dari segi ajaran Islam sangat kaya, tetapi dari segi
aplikasi belum terbukti.
2.5 Budaya yang Menyebabkan
Kemiskinan
a)
Pengertian kemiskinan.
Kemiskinan pada dasarnya
merupakan salah satu bentuk problem yang muncul dalam kehidupan masyarakat.
Istilah kemiskinan sebenarnya bukan merupakan suatu hal yang asing dalam
kehidupan kita. Kemiskinan yang dimaksud di sini adalah kemiskinan ditinjau
dari segi materi, atau dengan istilah lain kemiskinan itu merupakan ketidak
mampuan dalam memenuhi kebutuhan pokok sehingga mengalami keresahan
kesensaraan, atau kemelaratan dalam setiap langkah hidupnya.
b)
Faktor-faktor penyebab kemiskinan
1.
Pendidikan yang terlampau
rendah
2.
Malas bekerja
3.
Keterbatasab sumber alam
4.
Terbatasnya lapangan kerja
5.
Keterbatasan modal
6.
Beban keluarga.
Menurut Klages (1930)
budaya merupakan bahaya bagi manusia sendiri. Budaya yang di maksud umpama
teknik, peradaban, pabrik berasap, udara yang penuh debu, kota yang kotor,
hutan yang makin gundul, dan budi yang tamak. Bagi Klages budaya itu menguasai,
menyalahgunakan, menjajah dan mematikan. Klages juga menyimpulkan bahwa manusia
memang tak dapat hidup tanpa budaya yang membuat ancaman bagi dirinya sendiri
itu.[8]
Adapun yang dikatakan oleh
Klages memang ada benarnya juga, yakni di dalam budaya sendiri kadang-kadang
termuat kuasa-kuasa yang mengancam dan mampu menyeret manusia ke dalam jurang
kerusakan.
Kondisi kehidupan dalam
masyarakat sekarang ini adalah subuah kondisi yang di dalamnya hampir seluruh
energi di pusatkan bagi pelayanan hawa nafsu kebendaan, kekayaan, kepuasaan
seksual, ketenaran, popularitas, kecantikan, kebugaran, keindahan dan
kesenangan. Sementara penajaman hati, penemuan kebijaksanaan, peningkatan
kesalehan dan pencerahan spiritual hanya memiliki sedikit ruang.
Di dalam kebudayaan ini
banyak dikuasa oleh hawa nafsu ketimbang kedalaman spiritual, makan ketika
sebuah revolusi kebudayaan yang ada tidak lebih dari pada sebuah revolusi dalam
penghambaan diri bagi pelepasan hawa nafsu. Felix Guattari adalah salah seorang
dari pemikir yang melihat bahwa kini tidak ada lagi perjuangan yang dapat hidup
tanpa menghambakan diri pada pembebasan hawa nafsu. Karena itu, revolusi kebudayaan
saat ini mencapai titik ekstrim dan dimungkinkan semakin mempersempit ruang
bagi perenungan penghambaan dan pencerahan spiritual. Revolusi budaya ini
tengah mengancam budaya bangsa di tanah air.[9]
Budaya ekstasi yaitu suatu
keadaan mental dan spiritual yang mencapai titik puncaknya ketika jiwa secara
tiba-tiba naik ketingkat pengalaman yang jauh dibandingkan kesadaran
sehari-hari tengah mengancam budaya bangsa kita.
Budaya pop anak muda
sangat berkembang, ini ditandai banyaknya mereka berilusi, sehingga sering
terjebak dengan gaya hidup hura-hura. Kenyataan hidup ternyata tidak busa
melepaskan diri dari setumpuk masalah, masalah kegelisahan diri, jiwa yang
tidak tentram atau masalah yang berkaitan dengan orang sekitarnya. Untuk
menenangkan diri mereka lari ke narkoba.
Akulturasi budaya memang
sesuatu yang tidak bisa dielakkan. Budaya Barat memang telah lama ada diadopsi
yang mudah diterima oleh bangsa ini. Tetapi ada budaya-budaya yang di landasi
oleh kebebasan dan hak asasi seseorang yang tiada batas. Budaya kebebasan ini
sering diekspresikan melalui kebebasan wanita dalam berpakaian dan juga gaya
hidup bebas antara wanita dengan pria tanpa adanya ikatan perkawinan.
Budaya-budaya ini berkembang di Barat, hanya saja di Barat ada banyak budaya
yang patut ditiru oleh kita.
Selain itu muncul pula
budaya negatif yang lain yaitu budaya
kekerasan. Pembunuhan atau penghilangan nyawa orang kini tidak lagi merupakan
sesuatu yang mnengerikan dan menakutkan. Peristiwa ini tidak lagi membangkitkan
perasaan sedih atau memandangnya sebagai suatu sikap sadis, tetapi justru
menimbulkan kepuasan. Jiwa manusia tidak lebih berharga dari sebatang rokok
atau selembar seribu rupiah. Begitu pula kekerasan terhadap wanita. Inilah
masyarakat yang tenggelam ke dalam kondisi ekstasi menuju suatu dimensi
moralitas yang serba terbalik.
Rasa sosial atau sikap
gotong royong juga mengalami pemudaran, artinya rasa gotongroyong masyarakat
sudah berkurang, mereka asyik dengan kegiatannya masing-masing yang hanya
memberikan dampak ekonomi. Hal ini berdampak pula pada rasa gotong royong secara kebangsaan. Dahulu dalam menegakkan
negara Indonesia di lakukan dengan gotong royong seluruh rakyat. Namun rasa itu
nampaknya sudah semakin pudar. Gotong royong masyarakat amat penting,
lebih-lebih bagi bangsa yang tengah mengalami krisis. Tetapi bukan bergotong
royong dengan cara bersama-sama merusak lingkungan, bukan gotong royong
berkorupsi dan bukan pula gotong royong yang sengaja merusak citra bangsa
sehingga menjadi bangsa yang kerdil seperti yang dilakukan pada masa lalu.
Munculnya krisis di
Indonesia karena konsep gotong royong yang tidak di pahami. Gotong royong di
lakukan sekelompok orang yang hamya menginginkan kepuasan yang bersifat
individual, dengan cara menguras sumber daya alam dan membuat hutang ke luar
negeri.Di tengah bangsa yang di lilit banyak masalah,mestinya mereka terpanggil
rasa solidaritasnya untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Indonesia juga memiliki
budaya yang penuh toleransi. Dalam konstitusi, negara Indonesia menempatkan
semua warga negara dalam posisi yang sama, tidak ada diskriminasi pada suatu
keyakinan atau kelompok tertentu. Pembinaan toleransi semakin intensif
dilakukan, seperti halnya toleransi dalam beragama. Hanya saja konsep ini belum
sepenuhnya diterima dan belum menjiwai para tokoh agama. Hal ini di dorong oleh
semangat ajaran agamanya yang memerintahkan menyebarkan agamanya dan memberikan
kebahagiaan kepada yang memeluknya. Akibat dari belum adanya toleransi agama
maka muncullah kerusuhan antar etnis di berbagai tempat., dan memakan korban
jiwa dalam umlah yang sangat banyak.
Budaya lain yang disinyalir telah menggerogoti
harta kekayaan negara, yaitu budaya korupsi. Korupsi yang tinggi di Indonesia
telah menempatkan pada peringkat ke dua di Asia. Ini sangat ironis, karena
terjadi di tengah bangsa yang mayoritas umat Islam dan di tengah umat beragama,
di mana semua agama tidak memperbolehkan umatnya melakukan hal tersebut.
Korupsi sudah menjadi
budaya, itulah pernyataan seorang budayawan Mochtar Lubis. Korupsi telah
menggerogoti sendi-sendi molaritas dan ekonomi bangsa.Perbuatan ini dapat
menimbulkan mudarat banyak orang, sehingga akan muncul kemiskinan dan kebodohan
dan bahkan mungkin implikasi lain seperti murtat karena kemiskinannya, maka ini
memberikan dampak yang sangat besar bagi orang banyak.[10]
Dan begitu pula berkembang
budaya sogok menyogok. Seseorang tanpa memiliki kemampuan dapat menduduki
posisi tertentu karena hasil dari penyogokan. Satu hadits menyatakan : “Bagi
yang menyogok dan di sogok akan mendapaat dosa”
Budaya mistik yang sedang
berkembang dapat di katakan sebagai budaya primitif. Mistik sama artinya
percaya dengan mitos, sesuatu yang diragukan terjadi atau bahkan sesuatu yang
tidak pernah terjadi. Mistik bukan saja menumpulkan otak manusia, bahkan lebih
dari itu, mistik semakin meniadakan kemampuan otak manusia. Padahal, dalam
sejarah peradaban umat manusia, manusia dituntut agar mengembangkan ilmu
pengetahuan dan menciptakan teknologi dan dapat memudahkan kehidupan manusia
harus melalui hasil kerja otaknya, artimya menempatkan otaknya pada tempat yang
tinggi. Akibat berkembangnya budaya mistik ini memberikan dampak munculnya
budaya malas atau budaya tidak disiplin semakin berkembang di tengah
masyarakat. Bila budaya ini semakin meraja lela di masyarakat, lambat laun akan
membawa kemunduran bangsa ini ke depan.
Bangsa yang penuh dengan
mistik akan menonjolkan hal-hal yang tidak masuk akal. Bangsa yang seperti ini
tidak akan pernah mencapai kemajuan dalam bidang IPTEK, karena kemajuan iptek mensyaratkan
harus menggunakan akal, dan terus menerus melakukan penelitian dan puncaknya
tidak akan pernah adaperadaban bangsa Indonesia yang tidak maju. Karena itu
perbuatan mistik tergategori dosa besar, dosa yang tidak terampuni, karena
menyekutukan Allah. Budaya mistik yang irasional akan melemahkan kekuatan atau
kemampuan akal yang di berikan Allah. Hal-hal itu jelas terlarang dalam pandangan
Islam, dan termasuk perbuatan syirik.
Budaya lain, yaitu budaya
kenduri berkembang pula. Budaya ini bagian tradisi di masyarakat, terutama di
masyarakat muslim. Hampir di setiap momen agama atau momen non agama sepanjang
tahun di penuhi budaya kenduri. Untuk menjadi seorang muslim tampaknya harus
memiliki kekayaan yang banyak karena harus mengikuti budaya kenduri. Hidup
miskin di tengah masyarakat yang mengutamakan kenduri sungguh menjadi beban
psikologis yang berat, karena bagaimana pun manusia semiskin apapun tidakmau
dikatakan ia seorang yang tidak berpunya atau tidak sama dengan orang lain.
Berbagai budaya seperti
hilangnya rasa toleransi, hidup individualisme, korupsi, mistik dan kenduri ,
lalu muncul bentuk budaya lain yaitu budaya konsumtif. Budaya di mana
masyarakat yang hanya mampu membeli sesuatu meskipun di paksakan. Atau bagi
orang miskin demi gengsi, mengeluarkan sesuatu barang mewah yang kurang
bermanfaat dengan cara menghutang melalui kredit atau melalui rentenir dengan
bunga uang yang besar. Tindakan ini menyerupai perbuatan setan yang terlarang
dalam agama.
Di tengah bangsa yang
berkembang, budaya-budaya tersebut mengakibatkan akan berkurangnya penggunaan
otak dan lemahnya etos kerja.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Budaya adalah hasil
karya dari budi, yang berupa cipta, karsa dan rasa. Budaya selalu berubah-ubah
dari waktu ke waktu mengikuti perkembangan zaman. Perubahan budaya tersebut di
pengaruhi dari beberapa faktor internal
dan eksternal. Begitu juga dengan budaya Indonesia.Budaya bangsa adalah budaya
yang menjadi jati diri bangsa, apakah bangsa itu memiliki watak atau karakter
yang baik atau tidak.
Budaya yang
berkembang di Indonesia saat ini sudah banyak yang bertentangan dengan budaya
Islam sehingga nilai-nilai agama dan spiritual telah mulai pudar dalam
kehidupan. Sekarang ini yang lebih di pentingkan oleh orang adalah kenikmatan
duniawi, mereka berlomba-lomba mengejar kenikmatan duniawi sehingga akhirat
terlupakan begitu saja, padahal mayoritas masyarakat negara Indonesia adalah
muslim,
Bangsa Indonesia memiliki
budaya yang beraneka ragam, dimana budaya tersebut bisa mendorong terjadinya
kemajuan dan menyebabkan kemiskinan. Budaya-budaya itu tidak hanya budaya asli
Indonesia tetapi juga ada yang di pengaruhi oleh budaya yang datang dari luar.
Budaya-budaya yang datang dari luar perlu di pertimbangkan sesuai dengan ajaran Islam. Budaya pada
dasarnya tumbuh di masyarakat melalui interaksinya, baik melalui TV,
internet maupun berhubungan langsung
dengan orang-orang yang berbeda budaya dan keyakinan. Tetapi perlu di filter
mana yang baik dan mana yangburuk, serta tidak membawa mudarat dan merendahkan
harkat dan martabat manusia itu sendiri.
3.2. Saran
Bangsa Indonesia memiliki budaya yang beraneka ragam dan
patut di pertahankan, dan memiliki budaya tinggi yang dapat di kembangkan untuk
kemajuan bangsa ini seperti budaya disiplin, bekerja keras, memiliki etos
keilmuan yang kini merupakan budaya Barat. Ini menghindari budaya yang
merugikan seperti tidak toleransi, korupsi, mistik dan sebagainya.
Budaya-budaya negatif ini perlu di tinggalkan sementara budaya positif perlu di
kembangkan.
Untuk itu sebagai manusia yang berbudaya yang di landasi
dengan nilai-nilai spiritual, sebaiknya kita menyeimbangkan antara kehidupan
dunia dan akhirat
DAFTAR PUSTAKA
Ø Widagdho, Djoko.1991. Ilmu
Budaya Dasar. Semarang : Bumi Aksara.
Ø Koentjaraningrat. 1979. Pengantar
Ilmu Antropologi. Jakarta : Aksara Baru.
Ø Indra, Hasbi. 2007. Pendidikan
Islam Melawan Globalisasi. Jakarta:Ridamulia.
Ø Gazalba, Sidi.1974. Antropologi
Budaya. Jakarta : Bulan Bintang.
Ø Muin, Idianto. 2006. Sosiologi.
Jakarta : Erlangga.
[1]
Djoko Widagdho,Ilmu Budaya Dasar,(Semarang:Bumi Aksara,1991),hal.18
[2]Djoko
Widagdho..., hal.20
[3]Koentjaraningrat,Pengantar
Ilmu Antropologi,(Jakarta:Aksara Baru,1979),hal.193
[4]Idianto
Muin,Sosiologi,(Jakarta:Erlangga,2006),hal.11
[5]Drs.Sidi
Gazalba,Antropologi Budaya,(Jakarta:Bulan Bintang),hal.130
[6]Dr.Hasbi
Indra, MA,Pendidikan IslamMelawan Globalisasi,(Jakarta:Ridamulia,2007),hal.37
[7]Djoko
Widagdho..., hal.34
[8]http://id.wikipedia.org/wiki/perubahan_sosial_budaya,diakses15
September 2010
[9]Dr.
Hasbi Indra, MA...,hal.129
[10]Dr.
Hasbi Indra, MA...,hal.133
0 komentar:
Posting Komentar