topbella

Minggu, 07 April 2013

Makalah PAI : PERTUMBUHAN PEMIKIRAN ISLAM MODEREN


BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang

Maraknya penyimpangan akhlak dewasa ini bukanlah fenomena yang langka. Tidak bisa dipungkiri kebobrokan akhlak ini terjadi seiring perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, karena disamping memberikan kemudahan dan kenyamanan hidup ilme pengetahuan dan teknologi justru merupakan penyebab hancurnya moralitas kaum intelektual yang tidak mampu menyeimbangi ilmunya dengan agama. namun walaupun demikian hal tersebut tergantung pada individunya. Karena individu tersebut yang akan mengendalikan dirinya sendiri, apakan iai ikut terjerumus dalam penyimpangan akhlak atau tetap berpegang teguh pada ajaran agamanya.
Untuk itulah pembinaan akhlak ini diperlukan. Pembinaan akhlak harus diberikan semenjak usia dini agar bumi Allah ini di huni oleh orang-orang / individual yang cerdas dan berakhlak mulia.

1.2. Rumusan Masalah

Dalam penulisan makalah ini rumusan masalah yang akan d kaji diantaranya:
a.       Bagaimanakah pengertian akhlak?
b.      Bagaimanakah pembinaan akhlak itu?
c.       Bagaimana metode pembinaan akhlak?
d.      Apakah tujuan pembinaan akhlak?

1.3.Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari penulisan makalah ini diantaranya:
1.    Untuk mendiskripsikan pengertian akhlak.
2.    Untuk lebih memahami tentang pembinaan akhlak.
3.    Untuk mengetahui motode pembinaan akhlak.
4.    Untuk memahami tujuan pembinaan akhlak.

Adapun kegunaannya adalah:
1.      Menambah wawasan dan sebagai bahan bacaan.
2.      Memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Pendidikan Agama Islam.



BAB II
PEMBAHASAN


2.1  Pengertian Akhlak
Akhlak dari kata Al-Akhlak, jamak dari Al-khuluq yang artinya kebiasaan, perangai, tabiat dan agama. Menurut Al Gazali, kata akhlak sering diidentikkan dengan kata kholqun (bentuk lahiriyah) dan Khuluqun (bentuk batiniyah), jika dikaitkan dengan seseorang yang bagus berupa kholqun dan khulqunnya, maka artinya adalah bagus dari bentuk lahiriah dan rohaniyah. Dari dua istilah tersebut dapat kita pahami, bahwa manusia terdiri dari dua susunan jasmaniyah dan batiniyah. Untuk jasmaniyah manusia sering menggunakan istilah kholqun, sedangkan untuk rohaniyah manusia menggunakan istilah khuluqun. Kedua komponen ini memilih gerakan dan bentuk sendiri-sendiri, ada kalanya bentuk jelek (Qobi’ah) dan adakalanya bentuk baik (jamilah). Akhlak yang baik disebut adab. Kata adab juga digunakan dalam arti etiket, yaitu tata cara sopan santun dalam masyarakat guna memelihara hubungan baik antar mereka.[1]
Akhlak disebut juga ilmu tingkah laku / perangai (Imal-Suluh) atau Tahzib al-akhlak (Filsafat akhlak), atau Al-hikmat al-Amaliyyat, atau al-hikmat al- khuluqiyyat. Yang dimaksudkan dengan ilmu tersebut adalah pengetahuan tentang kehinaan-kehinaan jiwa untuk mensucikannya. Dalam bahasa Indonesia akhlak dapat diartikan dengan moral, etika, watak, budi pekertim, tingkah laku, perangai, dan kesusilaan.

2.2  Pembinaan Akhlak
Pembinaan adalah suatu usaha untuk membina. Membina adalah memelihara dan mendidik, dapat diartikan sebagai bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.[2]
Anak didik adalah anak yang masih dalam proses perkembangan menuju kearah kedewasaan. Hal ini berarti bahwa anak harus berkembang menjadi manusia yang dapat hidup dan menyesuaikan dari dalam masyarakat, yang penuh dengan aturan-aturan dan norma-norma kesusilaan. Oleh karena itu perlulah anak di didik, dipimpin kearah yang dapat dan sanggup hidup menuruti aturan-aturan dan norma-norma kesusilaan. Jadi maksud dari tujuan pendidikan akhlak atau kesusilaan adalah memimpin anak setia serta mengerjakan segala sesuatu yang baik dan meninggalkan yang buruk atas kemauan sendiri dalam segala hal dan setiap waktu.
Pada masa sekarang ini demoralisasi telah merajalela dalam kehidupan masyarakat, maka dari itu diperlukan usaha-usaha pendidikan dalam mengupayakan pembinaan akhlak terutama pada masa remaja, karena pada masa pubertas dan usia baligh anak mengalami kekosongan jiwa yang merupakan gejala kegoncangan pikiran, keragu-raguan, keyakinan agama, atau kehilangan agama. Menurut Al-Gazaly adalah menunjukkan suatu hikmah bahwa anak puber tersebut memerlukan bekal untuk mengisi kekosongan jiwanya melalui sublimasi dan “way out” dari problema yang dihindarinya.

2.3  Metode Pendidikan Akhlak
Yang dimaksud dengan metode disini ialah semua cara yang digunakan dalam upaya mendidik. Adapun metode Islam dalam upaya perbaikan terhadap akhlak adalah mengacu pada dua hal pokok, yakni pengajaran dan pembiasaan. Yang dimaksud dengan pengajaran adalah sebagai dimensi teoritis dalam upaya perbaikan dan pendidikan. Sedangkan yang dimaksud dengan pembiasaan untuk dimensi praktis dalam upaya pembentukan (pembinaan) dan persiapan.
Ali Kholil Abu’Ainin didalam kitabnya : Falsafahtul Tarbiyatul Islamiyahtu Al-Qur’anil karim” mengemukakan secara panjang lebar tentang metode pendidikan Islam, yang diringkasnya menjadi 11 (sebelas) macam, yaitu :
1.      Pengajaran tentang cara beramal dan pengalaman / ketrampilan. Metode ini dapat dilakukan melalui ibadah shalat, zakat, puasa, haji dan ijtihad.
2.      Mempergunakan akal.
3.      Contoh yang baik dan jujur.
4.      Perintah kepada kebaikan, larangan perbuatan munkar saling berwasiat kebenaran, kesabaran dan kasih sayang.
5.      Nasihat-nasihat
6.      Kisah-kisah
7.      Tamsil
8.      Menggemarkan dan menakutkan atau dorongan dan ancaman.
9.      Menanamkan atau menghilangkan kebiasaan.
10.  Menyalurkan bakat.
11.   Peristiwa-peristiwa yang berlalu.
Menurut al-nahlawi metode pendidikan yang diajurkan, antara lain :
1.      Metode Hiwar Qur’ani dan Nabawi
Hiwar (dialog) ialah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih mengenai suatu topik, dan dengan sengaja diarahkan kepada satu tujuan yang dikehendaki (dalam hal ini oleh guru). Metode ini berupa Tanya jawab, dan telah menarik perhatian pendengar terhadap mau’izah yang di sampaikan.[3]
Dalam percakapan itu bahan pembicaraan tidak dibatasi, dapat digunakan berbagai konsep sains, filsafat, seni, wahyu, dll. Kadang-kadang pembicaraan sampai pada satu kesimpulan, kadang-kadang tidak sampai pada kesimpulan, karena salah satu pihak tidak puas terhadap pendapat pihak lain. Yang manapun ditemukan hasilnya dari segi pendidikan tidak jauh berbeda, masing-masing mengambil pelajaran untuk menentukan sikap pada dirinya.
Metode Hiwar pada saat ini masih efektif dipakai dalam belajar mengajar, yakni sama dengan diskusi pada zaman sekarang ini, dan memang cukup efektif untuk melatih anak didik lebih mandiri karena mereka dapat berdialog dari hasil bacaan mereka sendiri pada tema yang telah di tentukan oleh gurunya.
2.      Metode kisah Qur’ani dan Nabawi
Dalam pendidikan Islam, terutama pendidikan agama Islam (sebagai suatu bidang studi), kisah sebagai suatu metode pendidikan amatlah penting, untuk dapat merenungkan kisahnya, yang menyentuh hati umat manusia. Kisah Qur’ani adalah untuk mendidik perasaan keimanan.[4]
3.      Metode amtsal (perumpamaan)
Dimaksudkan untuk menafikan (menghilangkan) cahaya dari kepercayaan menyembah objek-objek pemujaan selain Allah. Tujuannya untuk mempermudah pengertian manusia didik tenyang suatu konsep dengan melalui pertimbangan akal.[5]
Metode ini banyak kita temui dalam Al-qur’an, antara lain :
Dalam surah Al-Baqarah ayat 17. Perumpamaan orang-orang kafir itu adalah seperti orang yang menyalakan api.
مثلهم كمثل الذي استو قدنارا فلما اضأت ما حوله ذهب الله بنورهم وتركهم فى ظلمت لايبصرون
Dalam surah Al-Ankabut ayat 41 Allah mengumpamakan sesembahan atau Tuhan orang kafir dengan sarang laba-laba, Perumpamaan orang-orang yang berlindung kepada selain Allah atau seperti laba-laba yang membuat rumah, padahal rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba.
مثلهم الذين اتخذوا من دون الله اوليأ كمثل المنكبوت اتخذت بيتا وان اوهن البيوت لبيت المنكبوت لوكانوا يعلمون
Kebaikan dari metode ini adalah :
a)      Memudahkan siswa memahami konsep yang abstrak.
b)      Perumpamaan dapat merangsang kesan terhadap makna yang tersirat dalam perumpamaan tersebut.
c)      Merupakan pendidikan agar bila menggunakan perumpamaan haruslah logis dan mudah dipahami.
d)     Perumpamaan Qur’ani dan Nabawi memberikan motivasi kepada pendengarnya untuk berbuat amal baik dan menjauhi kejahatan.
4.       Metode Teladan
Secara psikologis anak menang senang meniru, tidak saja yang baik, yang jelekpun ditirunya. Dalam teori tabula rasa (John Lock dan Francis Bacon), bahwa anak yang baru dilahirkan dapat di umpamakan sebagai kertas putih bersih yang belum ditulisi, segala kecakapan dan pengetahuan manusia timbul dari pengalaman yang masuk melalui alat indra.
5.       Metode Pembiasaan
Inti dari pembiasaan adalah pengulangan, metode mendidik anak murid pada masa kini. Yang menetapkan bahwa dengan cara mengulang –ngulangi pengalaman dalam berbuat sesuatu dapat meninggalkan kesan-kesan yang baik dalam jiwanya, dan dari aspek inilah anak akan mendapatkan kenikmatan pada waktu mengulang-ngulangi pengalaman yang baik itu, berbeda dengan pengalaman-pengalaman tanpa melalui praktik.
6.      Metode Ibrah dan mau’idah
Ibrah ialah suatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia kepada intisari sesuatu yang disaksikan, yang dihadapi, dengan menggunakan nalar, yang menyebabkan hati mengakuinya. Adapun Mu’idah ialah nasihat yang lembut yang diterima oleh hati dengan cara menjelaskan pahala atau ancamannya.
7.      Metode Targib dan Tarhib
Targib ialah janji terhadap kesenangan, kenikmatan akhirat yang disertai bujukan. Tarhib ialah ancaman karena dosa yang dilakukan. Sedangkan menurut Prof. Dr.H.M Arifin Med, bahwa dalam Al-Qur’an dan sunah nabi dapat ditemukan metode-metode untuk pendidikan agama, antara lain :
a.       Perintah / larangan
b.      Cerita tentang orang-orang yang taat dan orang-orang yang berdosa (kotor) serta akibat-akibat dari perbuatannya.
c.       Peragaan, misalnya manusia disuruh melihat kejadian dalam alam ini, dengan melihat gunung, laut, hujan, tumbuhan dan sebagainya.
d.      Instruksional (bersifat pengajaran), misalnya menyebutkan sifat-sifat orang yang beriman, begini dan begitu dan lain sebainya.
e.       Acquisition (self : aducation), misalnya menyebutkan tingkah laku orang yang munafik itu merugikan diri mereka sendiri, dengan maksud manusia jangan menjadi munafik dan mau mendidik dirinya sendiri kearah iman yang sesungguhnya.
f.       Mutual Education (mengajar dalam kelompok), misalnya nabi mengajar sahabat tentang cara-cara sembah yang dengan contoh perbuatan yang mendemonstrasikannya.
g.      Exposition (dengan menyajikan) yang didahului dengan motivasion (menumbuhkan minat) yakni dengan memberikan muqodimah lebih dahulu, kemudian baru menjelaskan pelajarannya.
h.      Function (pelajaran dihidupkan dengan praktek) misalnya nabi mengajarkan tentang hukum-hukum dan syarat-syarat haji, kemudian nabi bersama-sama untuk mempraktekannya.
i.        Explanation (memberi penjelasan tentang hal-hal yang kurang jelas) misalnya nabi memberi penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an, seperti ayat-ayat yang memerintahkan bersembahyang dan sebagainya.
Konsep pendidikan modern saat ini sejalan dengan pandangan al-Gazaly tentang pentingnya pembiasaan melakukan suatu perbuatan sebagai suatu metode pembentukan akhlak yang utama, terutama karena pembiasaan itu dapat berpengaruh baik terhadap jiwa manusia, yang memberikan rasa nikmat jika diamalkan sesuai dengan akhlak yang telah terbentuk dalam dirinya.
Begitu juga metode mendidik anak pada masa kini yang menetapkan bahwa dengan cara mengulang-ulangi pengalaman dalam berbuat sesuatu dapat meninggalkan kesan-kesan yang baik dalam jiwanya, dan dari aspek inilah anak akan mendapatkan kenikmatan pada waktu mengulang-ulangi pengalaman yang baik itu, berbeda dengan pengalaman yang diperoleh dengan tanpa melalui praktek, maka kesan yang ditinggalkan adalah jelek.
Pandangan Al-Gazaly tersebut sesuai dengan pandangan ahli pendidikan Amerika Serikat, John Dewey, yang mengatakan “Pendidikan moral itu terbentuk dari proses pendidikan dalam kehidupan dan kegiatan yang dilakukan oleh murid secara terus menerus”.
Oleh karena itu pendidikan akhlak menurut John Dewey adalah pendidikan dengan berbuat dan berkegiatan (learning by doing) yang terdiri dari pada tolong menolong, berbuat kebajikan dan melayani orang lain, dapat dipercaya dengan jujur. John Dewey berpendapat bahwa akhlak (moralitas) tidak dapat diajarkan kepada anak dengan melalui cerita-cerita yang dikisahkannya, akan tetapi hanya dapat diajarkan melalui praktek yang manusiawi saja. Sehingga kebajikan dan moralitas dan pengertian yang terkandung didalam cerita-cerita tidak mungkin dipindahkan (transformasikan) kedalam jiwa anak untuk menjadi akhlaknya, yang kemudian berinteraksi dengan anak lain berdasarkan atas pemeliharaan keutamaan-keutamaannya, akhlak (moralitas) hanya dapat diajarkan dengan cara membiasakan dengan perbuatan praktis.
2.4  Tujuan Pembinaan Akhlak
Akhlak dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan etika, jika etika diatasi pada sopan santun antar sesama manusia, serta hanya berkaitan dengan tingkah laku lahiriah.
Akhlak lebih luas maknanya daripada yang telah dikemukakan terlebih dahulu serta mencakup pula beberapa hal yang tidak merupakan sifat lahiriah. Misalnya yang berkaitan dengan sikap batin maupun pikiran. Akhlak diniah (agama) mencakup berbagai aspek, dimulai dari akhlak terhadap Allah, hingga kepada sesama makhluk (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa).
a) Akhlak Terhadap Allah
Titik tolak akhlak terhadap Allah atau pengukuran dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji, demikian Agung sifat terpuji itu, yang  jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjunjungkan hakikatnya.
b) Akhlak Terhadap Sesama Manusia
Banyak sekali rincian yang dikemukakan Al-Qur’an berkaitan dengan perlakuan terhadap sesama manusia. Petunjuk mengenai hal ini bukan hanya dalam bentuk larangan melakukan hal-hal negatif seperti membunuh, menyakiti badan, atau mengambil harta hati dengan jalan menceritakan aib seseorang dibelakangnya, tidak peduli aib itu benar atau salah, walaupun sambil memberikan materi kepada yang disakiti hatinya itu.
قول معروف ومغفرة خير من صدقة يتبعهاازى والله غني حليم ( البقره 2/: 263)
Artinya : “Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang disertai dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan sipenerima)”.
(Q.S. Al-Baqarah/2 : 263).
Disisi lain Al-Qur’an menekankan bahwa setiap orang hendaknya didudukan secara wajar. Nabi Muhammad SAW, misalnya dinyatakan sebagai manusia yang sempurna, namun dinyatakan pula sebagai Rosul yang memperoleh penghormatan melebihi manusia lain. Karena itu Al-Qur’an berpesan kepada orang-orang mukmin.
Langkah-langkah kedepan;
a. Pembinaan human capital melalui keluasan ruang gerak mendapatkan pendidikan,
b. Pembinaan generasi muda yang akan mewarisi pimpinan berkualiti, memiliki jati diri, padu dan lasak, integreted inovatif.
c. Mengasaskan agama dan akhlak mulia sebagai dasar pembinaan generasi muda.
d.  Langkah drastik mencetak ilmuan Muslim yang benar-benar beriman taqwa.
e. Pembinaan minda wawasan generasi muda kedepan yang bersatu dengan akidah, budaya dan bahasa bangsa.
f. Secara sungguh-sungguh mewujudkan masyarakat madani yang berteras kepada prinsip keadilan (equity) sosial yang terang.[6]




BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Akhlak yang baik disebut adab. Kata adab juga digunakan dalam arti etiket, yaitu tata cara sopan santun dalam masyarakat guna memelihara hubungan baik antar mereka. Akhlak adalah cermin tingkah laku manusia. Akhlak menjadi standar kelayakan manusia untuk mendapatkan kemuliaan di sisi Allah SWT. Akhlak mulia adalah anugerah terindah yang diberikan Allah SWT kepada para hamba-Nya. Manusia yang berakhlak mulia ibarat mutiara yang bersinar dalam kegelapan. Ia bak pohon yang tumbuh dan berbuah, kemudian buahnya dapat bermanfaat bagi yang memakannya.
            Pembinaan adalah suatu usaha untuk membina. Membina adalah memelihara dan mendidik, dapat diartikan sebagai bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Akhlak dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan etika, jika etika diatasi pada sopan santun antar sesama manusia, serta hanya berkaitan dengan tingkah laku lahiriah.
Dengan adanya pembinaan akhlak yang terstruktur dan meniru metode yang pernah dilakukan Nabi Muhammad SAW diharapkan, lahirlah generasi –generasi muda yang berakhlak mulia sesuai dengan Alquran dan Sunnah.

3.2. Saran      
       Dalam penulisan makalah ini, masih banyak kekurangan kekurangan maka dari itu, penulis mengharapkan semoga para pembaca bisa memberikan masukan kepada penulis. Semoga makalah ini dipergunakan sebaik-baiknya.


[1] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta:PT Rajawali Pers, 2003), hal.1-2
[3] Muhammad Rabbi Muhammad Jauhari, Keistimewaan Akhlak Islami, (Bandung: Pustaka Setia,2006), hal.34
[5] M.Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Bumi Aksara,2006),hal.157

0 komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

fitrirahmiku.blogspot.com
Lihat profil lengkapku